Bani Nasution merupakan seorang pembuat film kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, 31 Maret 1989. Setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Film dan Televisi, Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta, dia sangat getol dalam membuat film. Terbukti beberapa filmnya terpilih menjadi finalis di beberapa festival film di Indonesia. Hingga kini, Bani sudah melahirkan beberapa film. Diantaranya, “Ealah” pernah diputar di Festival Film Solo (FFS) 2011 dan Ganesha Film Festival Bandung 2012. “Jago Tarung” pernah diputar di Festival Film Solo (FFS) 2012. “Bumbu-bumbu Rayu” dan “Seserahan”, film hasil kolaborasi bersama beberapa sutradara Indonesia, dirilis di Jogja NETPAC Asian Film Festival pada tahun 2013. Film teranyarnya adalah “Sepanjang Jalan Satu Arah”, menjadi finalis di Festival Film Dokumenter (FFD) Yogyakarta tahun 2016, mendapat gelar ‘special mention’ dalam SEA Shorts 2017 – Kuala Lumpur, dan dipilih oleh tim programming Minikino menjadi salah satu film pendek dalam program S-Express 2017 Indonesia.
Tidak hanya itu, pada bulan april sampai dengan mei ia juga terpilih dan mendapat kesempatan untuk membuat film dokumenter di Jerman. Program yang bertajuk 5 Pulau 5 Desa itu dikonsep dan dikerjakan oleh Goethe-Institut di Indonesia dan Universitas Seni Hamburg atau HFBK Hamburg (Hochschule for Bildende Kuste Hamburg). Program ini bertujuan untuk mengeksplorasi mengenai kemungkinan-kemungkinan cara melihat lingkungan sekitar sebuah negara, jarak, waktu dan pewaktuan melalui medium film dokumenter. Selain Bani, ada 4 sutradara asal Indonesia juga yang ikut dalam program ini, antara lain Andrianus “Oetjoe” Merdhi, Wahyu Utami Wati, Tunggul Banjaransari dan Rahung Nasution. Lima karya film dokumenter yang dibuat di Jerman selama kurang lebih tiga minggu ini telah diputar di ARKIPEL – International Documentary and Experimental Film Festival 2017 pada bulan Agustus lalu di Jakarta.
Bani menuturkan bahwa film pendek adalah medium yang pas untuk dia pakai menyuarakan pendapat dan menggambarkan dengan nyata situasi sosial masyarakat sekarang. Bagi Bani, melalui film pendek dia ingin memperlihatkan kenyataan sedekat mungkin kepada penonton. “Penonton akan jadi saksi realitas. Aku ingin membuat penonton benar-benar berada dalam situasi film. Efek itulah yang mau aku sampaikan”, tuturnya saat ditemui di Ubud pertengahan bulan Juli 2017 lalu.
Sebelum menekuni film dokumenter, Bani pernah melakukan eksperimen dengan film fiksi. Namun sayangnya film fiksi belum mampu membuatnya sepenuhnya betah dan bertahan. Bani menuturkan kalau film fiksi menjadi bagian cerita hidupnya, saat dimana ia sedang dalam fase mencari jati diri, “Iya film fiksinya aku nggak lanjutin, ya karena dulu masih mencari jati diri kali ya, belum tau harus kemana” terangnya sembari tertawa.
Bani juga sempat bercerita tentang pengalamannya selama mengikuti program 5 Pulau 5 Desa di Jerman selama bulan April sampai Mei 2017 silam. Seperti ketika ia ditinggal tandem partnernya yang orang Hamburg pergi ke pemakaman neneknya. Ia berjalan sendiri ke penjuru desa untuk merekam setiap aktivitas yang orang sana lakukan. Tak berhenti disana, ia juga bercerita tentang pengalamannya mengetuk setiap pintu rumah orang, dan setiap orang yang ia temui berkata “nein nein nein” yang artinya tidak mau. Ketika ditanya momen apa yang tak terlupakan selama program, dia hanya menjawab semuanya, “semua momen nggak bisa dilupain, pertama kali ke Eropa soalnya” imbuhnya.
Bani juga menyebutkan keinginannya untuk membuat sebuah buku saku tentang motivasi dalam membuat film pendek. Ia ingin agar anak-anak muda semakin banyak yang ikut dan bergerak di dunia film pendek, khususnya dokumenter, karena menurut Bani sendiri film dokumenter adalah medium paling mudah untuk menjelaskan suatu peristiwa kepada lintas generasi. Dengan begitu setiap penonton akan menyadari bahwa terdapat beragam peristiwa-peristiwa penting yang terjadi di luar ruang lingkup hidup masyarakat itu sendiri.
Saat ditemui di Ubud beberapa waktu lalu, ia sempat bercerita tengah fokus menggarap film dokumenter panjang tentang sebuah mitos yang terdapat di Solo dan Ngawi, Jawa Tengah. Film tersebut berkisah tentang seniman yang menikah dengan mahluk halus setelah didatangi dalam mimpi. Dari cerita yang ia paparkan, tampaknya film dokumenter ini sangat menarik. Kita tunggu saja.
SEPANJANG JALAN SATU ARAH dalam pemutaran yang terhubung dengan Minikino
Film ‘Sepanjang Jalan Satu Arah’ (sutradara: Bani Nasution) diputar di dalam rangkaian program S-Express 2017 Indonesia (programmer: Fransiska Prihadi – Minikino) dan diputar pada berbagai festival film sebagai berikut:
– The 21st Thai Short Film and Video Festival (29 Aug-10 Sep 2017) at Bangkok Art & Culture Centre
– Asia Peace Film Festival 2017 (18-20 Sep 2017), Islamabad – Pakistan
– International Short Film Festival 3rd Minikino Film Week (7-14 Oct 2017), Bali-Indonesia
8 Oct 2017: Gedung Merdeka, BPPD Denpasar
9 Oct 2017 – Campuhan College, Ubud
12 Oct 2017 – Fame Hotel, Sunset Road
Jadwal pemutaran program S-Express 2017 Indonesia akan datang:
Sabtu, 25 Nov 2017, 18:30 – selesai
di Halaman kantor Radar Bali – Jl.Hayam Wuruk, Denpasar-Bali
Nonton bareng Anak Muda Indonesia feat. Zetizen Bali
Sabtu, 9 Des 2017, 20:00 – selesai
di Rumah Film Sang Karsa, Jl.Raya Seririt-Lovina, Singaraja-Bali