Setelah kegembiraan festival film pendek selama sepekan penuh di pulau Bali, Minikino Film Week: Bali International Film Festival ke-8 melakukan roadshow ke 8 kota di Indonesia. Berkat dukungan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), Dana Indonesiana, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Rayhan Dharmawan selaku Film Market Coordinator dalam MFW 8 dan Mega Herdiyanti yang merupakan pemeran utama film Ride To Nowhere (2022) berangkat menuju kota terakhir rangkaian Roadshow, Aceh pada hari Kamis, 10 November 2022 untuk melaksanakan pemutaran film pendek yang merupakan kerja sama antara Minikino dan Aceh Film Festival.
Hari pertama
Perjalanan ke Aceh adalah sambungan dari tugas Rayhan, yang berangkat dari Jakarta pada jam 12:00 WITA. Sementara rekan Tim Kerja Jakarta, Mega, berangkat dari Makassar ke Jakarta pada dini hari, dan bertemu dengan Rayhan di Bandara Soekarno-Hatta di Cengkareng. Mereka kemudian berangkat bersama ke Aceh.
Setiba di Aceh, Rayhan dan Mega disambut oleh Akbar dan Jamal, tim dari Aceh Film Festival, di Bandara Sultan Hasanuddin. Tim kerja kemudian diajak untuk berjalan-jalan sekitar Aceh untuk mencoba berbagai warung kopi dan makanan khas Aceh. Rayhan dan Mega diceritakan banyak tentang syariat Islam Aceh, Tsunami pada tahun 2004, konflik Gerakan Aceh Merdeka (GAM), dan maraknya tanaman ganja di Sabang dan Aceh.
Hari kedua
Besoknya, pada hari Jumat (11/11), Rayhan dan Mega diundang untuk menjadi narasumber dalam podcast ADOC (Aceh Documentary) yang direkam di dalam kantor ADOC. Kantor ADOC itu sendiri seringkali dijadikan tempat berkumpul bagi tim kerja Aceh Film Festival, penyelenggaranya pun beberapa merupakan orang yang sama. Selain menjadi markas produksi dan perencanaan festival, kantor ADOC juga merupakan tempat rental alat produksi.
Podcast ADOC dipandu oleh Akbar dan direkam oleh Jamal. Topik dari podcast tersebut adalah distribusi film pendek. Rencananya, topik ini akan dijadikan topik pembahasan untuk diskusi khusus setelah kegiatan pemutaran film, namun dirasa akan terlalu malam bila dilakukan setelah pemutaran. Di dalam podcast, Rayhan membahas soal pengalamannya sebagai pembuat film dan penyelenggara film. Rayhan juga membagikan sedikit isi dari buku Aku Bikin Film Pendek, Sekarang Aku Harus Ngapain Cuk yang merupakan terjemahan bahasa Indonesia dari buku I Made a Short Film, Now WTF do I do with It? karya Clarissa Jacobson. Buku tersebut membahas tentang pengalaman Clarissa Jacobson, seorang pembuat film dari AS, mendistribusikan film pendeknya. Sementara Mega membicarakan seni peran, proses pendalaman karakter, dan reading bersama sutradara sebagai pemeran utama film pendek Ride to Nowhere.
Setelah perekaman podcast, Rayhan dan Mega makan siang bersama Akbar dan Jamal. Setelah makan siang, Rayhan dan Mega bertemu dengan beberapa pegiat teater di Aceh. Mega berbincang dengan mereka, saling berbagi mengenai budaya teater di Makassar dan Aceh. Banyak pegiat teater di Aceh mengambil pekerjaan berperan dalam film produksi Aceh, Mega berbagi bahwa hal ini terjadi juga di Makassar. Setelah pertemuan ini, Mega dan Rayhan kembali ke hotel untuk beristirahat. Setelah beristirahat sejenak, pada pukul 17:00 WIB Rayhan mengambil berbagai perlengkapan untuk pemutaran dan pergi ke BPNB Aceh yang merupakan tempat pemutaran Roadshow Aceh.
Dalam publikasinya, pemutaran film Roadshow Aceh dijadwalkan untuk mulai pada pukul 19:00 WIB. Pada pukul 17:00 WIB, setelah beristirahat sejenak, Rayhan mengambil berbagai perlengkapan yang dibutuhkan untuk pemutaran film dan pergi ke BPNB Aceh, tempat pemutaran Roadshow Aceh. Dalam perjalanan menuju tempat pemutaran, ia berbincang dengan supir taksi online mengenai acara pemutaran. Supir taksi tersebut antusias mendengar bahwa ada acara pemutaran film, mengingat tidak ada bioskop di Aceh, namun ia juga menyayangkan bahwa tidak ada publikasi mengenai acara ini di Aceh.
Rayhan, Akbar, dan beberapa tim kerja Aceh Film Festival mempersiapkan teknis pemutaran. Terdapat beberapa masalah di tempat pemutaran seperti proyektor yang miring, gambar yang tidak jernih, dan sound yang tidak bisa hidup. Namun, semua berhasil diatasi ketika Jamal datang dan mengatasi masalah teknis pemutaran.
Sembari menunggu penonton untuk datang, Akbar memberikan informasi kepada Rayhan bahwa karakter penonton Aceh cenderung terlambat untuk sebuah jadwal pemutaran. Hal ini disebabkan oleh jam salat yang dekat dengan jam pemutaran, sehingga banyak penonton yang akan terlambat karena ibadah salat dahulu. Akhirnya, penonton baru datang jam 20:00 WIB dan pemutaran di mulai pada pukul 20:30 WIB.
Setelah pemutaran film, ada sesi tanya jawab dengan Rayhan dan Mega, dengan Akbar berperan sebagai moderator. Sesi tanya jawab berlangsung dengan lancar, dengan pertanyaan-pertanyaan yang menghidupkan suasana diskusi. Beberapa pertanyaan yang diajukan meliputi proses Mega dalam mendalami karakter, bagaimana Mega memaknai film Ride to Nowhere sebagai seorang perempuan, dan alasan Rayhan memilih film-film tertentu untuk program Roadshow Aceh. Beberapa penonton juga menyampaikan perasaan mereka saat menonton film-film yang ditayangkan. Meskipun demikian, ada seorang penonton yang merasa tersudutkan dengan film-film yang ditayangkan karena isu-isunya yang sudah sering ditayangkan di ruang pemutaran di Aceh.
Mayoritas penonton yang mengikuti kegiatan adalah laki-laki, dengan perempuan hanya memenuhi sekitar 30% dari total penonton. Beberapa penonton juga merupakan mahasiswa komunikasi yang datang karena rekomendasi dari dosennya untuk mempelajari sinematografi. Penonton cukup antusias dan terpancing untuk berdiskusi lebih lanjut setelah acara. Banyak dari mereka merasa senang karena mendapatkan kesempatan untuk menonton film berkualitas karena di Aceh tidak ada bioskop. Setelah pemutaran, cuaca hujan deras sehingga banyak penonton menunggu hujan di dalam ruang pemutaran dan di teras.
Bagi Tim Kerja Roadshow Aceh, hal yang bisa dibahas lebih lanjut dari kerja sama dengan Aceh Film Festival adalah menjadikan Aceh Film Festival sebagai salah satu lokasi pemutaran program MMSD (Minikino Monthly Screening and Discussion). Setelah melihat banyaknya film Aceh yang diproduksi, dan melihat bahwa penonton di Aceh kurang terbuka dengan berbagai bentuk film pendek, Tim Kerja rasa bahwa dengan membawa program MMSD ke Aceh untuk ditayangkan secara rutin akan membuat tontonan penonton Aceh lebih beragam. Dengan ini, harapannya adalah untuk meningkatkan minat penonton Aceh terhadap berbagai jenis film pendek dan meningkatkan kualitas film yang diproduksi di Aceh.
Discussion about this post