Orang mengenalnya sebagai calon wakil Jokowi memimpin Jakarta di Pilgub 2012. Tetapi, bagaimana ketika Ahok sendirian mengkampanyekan dirinya, di tengah-tengah warga Bangka-Belitung yang 80 persen Muslim? Dokumenter ini mengikuti perjalanan Ahok ketika berkampanye menjadi wakil Bangka-Belitung di DPR RI.
Selesai sesi screening, moderator mengundang bapak Adi Sudewa untuk tampil di depan layar dan memperkenalkan diri, untuk kemudian memulai diskusi kali tersebut.
Bapak Adi Sudewa adalah pimpinan redaksi tabloid baru, BaliPublika di Denpasar, Bali. Salah satu yang membuat media ini adalah rubrik Jurnalisme Warga. Di rubrik ini, suara-suara warga akan dimuat bersanding dengan artikel dari jurnalis profesional lainnya.
Pembicaraan awal dengan Adi adalah memberi illustrasi bagaimana situasi kampanye di Bali dan peran media massa. Ternyatakan bahwa bukan rahasia umum bahwa sebagian besar media, termasuk media-media besar di Bali berpihak pada dua calon kuat; Mangku Pastika dan A. A. Puspayoga. Namun respon masyarakat terhadap cara-cara kampanye terselubung yang menggunakan media yang seharusnya netral dan memihak pada rakyat umum tidak bisa diprediksi karena belum pernah dilakukan survey mengenai ini.
Penonton screening melihat cara kampanye Ir Basuki T Purnama, MM yang akrab disapa oleh Ahok, yang terekam dalam film dokumenter ini jadi terasa sangat unik dan kontras, karena menjauhi politik uang, dimana memerlukan dana yang cukup besar untuk “merayu” atau “membeli” suara rakyat, dan yang lebih unik lagi adalah bagaimana kita melihat Ahok turun langsung mengkampanyekan dirinya sendiri, menemui orang-orang, satu-persatu. Sebuah aksi serius yang dihadapi dengan sungguh-sungguh, artinya tidak sekedar mengandalkan “uang” untuk membentuk image yang indah di masyarakat. Penonton film juga melihat wajah-wajah masyarakat yang merespons kampanye Ahok secara positif.
Ada pertanyaan yang mendasar juga dari penonton, mengenai apa yang dimaksud film dokumenter, yang secara singkat dijelaskan oleh moderator: Edo Wulia. Bahwa, semua klip yang terekam dalam film dokumenter tidak di-adegankan, tidak ada skenario untuk menuntun apa yang harus diucapkan nara sumber, dan yang terpenting adalah, para pemeran, memainkan karakternya sendiri atau memerankan dirinya sendiri dan sutradara maupun para kru film tidak memiliki kontrol dalam bentuk apapun untuk mengarahkan pemeran atau yang dalam film dokumenter disebut sebagai tokoh nara sumber. Satu hal lagi, tidak ada hubungan dibayar atau membayar antara para nara sumber dan sutradara/kru produksi film, untuk kepentingan filmnya. Film dokumenter merekam dan menampilkan kejadian faktual, fakta yang sama sekali lepas dari kontrol tim pembuat film, sehingga membuat sebuah film dokumenter merupakan tantangan tersendiri yang memerlukan riset, pemahaman permasalahan yang akan diangkat dan dedikasi yang tinggi untuk merekam berbagai kejadian yang mungkin saja akhirnya tidak terpakai dalam film.
Bersama penonton, diskusi kembali membahas cara-cara kampanye para kandidat politik di Bali yang dirasa masih sangat “biasa” kalau dibandingkan dengan apa yang dilakukan Ahok, yang tergambar dalam film ini.
Disampaikan juga kepada penonton, bahwa film ini adalah karya terakhir dari almarhun Chandra Tanzil, satu sutradara dokumenter Indonesia yang juga founder dari Yayasan InDocs.
Diskusi berjalan kurang lebih 1 jam dan ditutup setelah tidak ada lagi respon tanya jawab yang tersisa dari penonton,
ScreenDocs Regular 2013 Maret: “JADI JAGOAN ALA AHOK”
Moderator: Edo Wulia
Pembicara Tamu: Adi Sudewa (Pemimpin Redaksi Tabloid BaliPublika”
Total jumlah penonton: 13 orang
Ditulis oleh Edo Wulia, Maret 2013
Discussion about this post