Kesempatan tak terduga datang melalui Residensi Minikino x Toko Seniman. Proses seleksi yang terasa cepat termasuk wawancara dan hasilnya diterima, membuat saya masih tidak percaya. Namun, rasa terkejut menjadi penuh kehangatan dan sangat menyenangkan saat saya datang ke Minikino dan Toko Seniman. Hangat layaknya secangkir kopi dan menyenangkan layaknya film yang memuaskan batin.
Selama 6 hari mulai dari Selasa, 13 Juni sampai Minggu, 18 Juni 2023 di Denpasar, saya menonton berbagai film pendek dari program Indonesia Raja 2023 dan juga mencari kopi yang selaras dengan rasa dari film yang saya pilih. Saya belajar juga teknik cupping pada kopi. Bukan susah-susah gampang. Tapi, susah betulan ternyata.
Olah rasa dengan merangsang hampir semua indera membuat saya lebih terhanyut dengan film pendek Babad Wingking Griya (2022) karya Mauliya Maila. Sebuah film pendek komedi yang masuk dalam Indonesia Raja 2023 wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah yang diprogram oleh Gerry Junus. Dalam program ini, Gerry ingin menggarisbawahi kredo nrimo ing pandum yang ditabrakan dengan kehidupan modern yang dinamis.
Babad Wingking Griya memiliki arti cerita lama halaman belakang rumah. Secara makro, film pendek ini menyoroti konflik perebutan lahan di tahun 2016. Jauh lebih dalam, film pendek ini membahas dilema bertetangga. Mengisahkan dua ibu rumah tangga, Minah dan Barokah yang tinggal bersebelahan. Masalah film pendek ini dimulai dengan ayam milik Minah yang dinilai Barokah telah memasuki halaman belakang rumahnya hingga mengganggu kegiatannya.
Awalnya saya mengira saya tidak akan terlalu tertarik dengan hal-hal yang sehari-hari dihadapi dan menjadi kebiasaan. Namun, film ini mampu menjadi pemantik kenangan kehidupan bertetangga yang telah terjadi.
Sebagai penonton saya disuguhkan dengan pengalaman yang sangat erat dengan kehidupan sehari-hari yaitu lingkungan rumah saya. Saya dibawa merasakan bagaimana hidup bertetangga dalam kultur Jawa yang penuh rasa sungkan, tapi diam-diam memendam. Bagaimana perbedaan kebiasaan dan perilaku antar tetangga yang awalnya berusaha ditahan, tapi pasti suatu saat akan muncul ke permukaan. Meskipun sikap Barokah kerap kali terbuka menyampaikan rasa jengkel dan marah atas pergesekan yang ada. Namun sisi emosi yang didahulukan dari pada akar masalahnya, menyebabkan benih-benih pertengkaran terjadi, tanpa adanya penyelesaian.
Masalah perihal batas-batas wilayah halaman belakang, menunjukan bagaimana hubungan antar tetangga harus menjaga batas toleransi setiap individu. Setiap individu memiliki kapasitas dalam menoleransi hal-hal tertentu. Terlihat dalam adegan film bagaimana Barokah dan Minah memiliki kegiatan pagi yang berbeda. Barokah yang sibuk menjemur pakaian, namun sudah merasakan gesekan dengan kebiasaan Minah memelihara ayam. Di tengah menjemur baju, ayam-ayam mulai masuk pekarangan Barokah dan mengotori kain yang dijemurnya. Barokah merasa risih, tapi tetap bisa menjaga amarah. Batas toleransinya sudah habis saat ayam-ayam Minah mulai mengobrak-abrik kembang pala milik Barokah. Ini menjadi penyebab Barokah mulai melepaskan amarahnya pada tetangganya.
Film pendek ini saya tonton juga bersama Ayu, sebagai perwakilan dari Toko Seniman. Ayu sangat menikmati film pendek ini dan sesekali tertawa karena terhibur dengan alur ceritanya. Setelah itu kami berdua bertukar pikiran mengenai kopi apa yang selaras dengan film ini. Di sini saya sempat memilih kopi lain, sebelum pada akhirnya sepakat dengan saran Ayu untuk memilih Decafe Coffee Seniman.
Decafe Coffee Seniman sangat cocok sebagai penguat rasa secara alur cerita maupun simbolis. Rasanya yang ringan mengingatkan pada hubungan bertetangga yang casual. Kemudian, rasa pahit dan asam yang ringan terus menempel hingga akhir, menguatkan kenangan kehidupan bertetangga dalam kultur Jawa yang saling sungkan, saling memendam rasa gemas, bahkan amarah. Lalu, perlahan ada kesan rasa manis yang sedikit timbul, berhasil memantik kenangan manis dengan tetangga.
Saya kembali teringat kehidupan bertetangga ternyata tak selamanya penuh dengan amarah dan salah paham. Hubungannya memang terikat antara cinta dan benci. Dengan tetangga terdekatlah saya sering merasakan gesekan layaknya Minah dan Barokah. Namun, tidak bisa dipungkiri tetangga terdekat pulalah yang menjadi penolong terdepan. Merekalah yang pertama akan datang saat tenda duka maupun acara pernikahan digelar. Mereka pulalah yang akan duduk dibawah tenda duka, menemani hingga malam dengan kacang dan secangkir kopi.
Layaknya secangkir Decafe Coffee Seniman, dengan biji kopi dari Bali dengan proses dark roasting memiliki tujuan menurunkan tingkat kaffein. Sehingga penikmat kopi tidak perlu khawatir dampak yang ditimbulkan dari kopi, tanpa mengurangi rasa dan warna. Hal ini membuat saya sadar bahwa layaknya bertetangga kita mempertahankan warna dan rasa kita sendiri, tapi kita tidak tahu apa yang tetangga kita pikirkan serta rasakan dan sebaliknya. Ditambah lagi, unsur dari Decafe yang tidak memberikan efek samping bagi tubuh kita yang biasanya ada pada kopi lain. Unsur ini membuat kesan bagaimanapun ikatan bertetangga seringkali lebih kuat dari segala segala perasaan yang kita pendam karena tidak ingin merusak harmoni yang ada.
Bagi saya residensi yang agak “eksperimental” seperti ini merupakan hal yang benar-benar baru dan penuh tantangan. Saya anggap eksperimental karena mengeksplorasi segala indera saya. Terutama indera penglihatan melalui visual film dan pengecap serta penciuman melalui berbagai cita rasa kopi. Menemukan jembatan keselarasan antara dua medium yang berbeda, namun keduanya sama-sama mampu menghapus keterasingan menjadi keakraban. Hanya dengan film, orang-orang yang tak saling kenal bisa duduk berbincang seolah kawan lama. Hal ini pula dapat kita lihat orang-orang di warung kopi. Dan barangkali Barokah perlu ngopi bareng Minah.
Discussion about this post