Perceraian, kehancuran hubungan, rumah yang tidak nyaman, ayah atau ibu yang pergi meninggalkan anak-anak dengan kerusakan mental dan luka batin. Seberapa sering kita menemukan hal-hal semacam itu dalam produk kesenian belakangan ini?
Walaupun terdengar klasik, nyatanya topik-topik sejenis masih sering dibuat dan diminati di berbagai produk kesenian. Orang-orang menikmati topik ini mungkin saja tertarik karena tidak terlalu jauh beda dengan kehidupan mereka sendiri, bahkan mungkin mengilhaminya seperti sahabat karib.
Para pembuat film pendek sering mencoba menarik hal-hal yang dekat dengan keseharian, seperti kepahitan hidup, kegagalan sebuah hubungan, kekacauan keluarga, atau bahkan orang tua tidak bertanggung jawab. Topik ini menjadi inspirasi dalam karya, atau dari sisi penonton, sebagai penikmatnya.
Bising (Chorus of the Wounded Birds) (2023), adalah film pendek dengan topik dekat dengan keseharian yang sederhana dan sentimental namun menyajikan makna yang lebih dalam. Film ini sarat muatan stereotip maskulinitas yang mencerminkan masyarakat dengan harapan figur lelaki sebagai individu yang tak boleh menunjukan sisi emosional mereka kalau tidak mau dianggap lemah.
Saya beruntung karena dapat menikmati film Bising di festival film Minikino Film Week tahun lalu. Saya penonton dengan disabilitas netra yang memerlukan fasilitas Audio Description (AD) untuk mendapatkan konteks dari detail lanskap, sinematografi, dan visualisasi film ini seperti detail yang ditangkap oleh penonton visual lainnya. Tahun 2023 lalu saya mendapat kesempatan terlibat sebagai voice talent dalam produksi AD yang dilakukan Minikino Film Week. Selain jadi lebih paham kerja di balik layar, saya rasa ini fitur penting untuk membantu penonton disabilitas netra Indonesia untuk memahami garis besar dan konteks film ini dengan lebih utuh.
Ada yang unik tentang cara penulis cerita Amar Haikal dan Bintang Panglima menghadirkan kebutuhan akan validasi laki-laki terhadap sisi emosional dan maskulinitas mereka. Dua premis menampilkan dua karakter yang saling mengisi. Premis seorang remaja laki-laki yang kehilangan figur ayah, dan premis laki-laki yang kehilangan eksistensi naluriahnya sebagai seorang ayah.
Semuanya dirangkum melalui setting, dialog, konflik antarkarakter, dan knalpot bising yang menjadi fokus utama film ini. Bising hadir sebagai refleksi realitas para lelaki yang acap kali berhadapan dengan kejadian yang tak melulu soal romansa.
Stereotip membuat lelaki mengekspresikan diri melalui hobi yang dianggap maskulin. Dalam film ini dikemas dalam bentuk otomotif. Belum pernah terbersit di benak saya sebelumnya bahwa ada premis menarik dari kebisingan knalpot sebagai cara untuk menyembunyikan kekacauan dan gelontoran emosi laki-laki yang tak bisa mereka lakukan tanpa mendapatkan penghakiman orang-orang. Saya rasakan penulis dan sutradara film berhasil menghubungkan hal-hal keseharian yang menjengkelkan seperti keberadaan motor berknalpot bising untuk menyembunyikan luapan emosi. Rasa jengkel dan luapan emosi ditunjukkan bersamaan.
Film ini menyajikan ekspresi realitas yang dekat dengan kebanyakan orang. Tak hanya dari sisi maskulinitas, namun secara umum permasalahan hidup mungkin perlu dikeluarkan dalam bentuk emosi mentah. Tak perlu ada resolusi, tak perlu ada penyelesaian yang konkret.
Ada rasa solidaritas yang terbangun antara penikmat film dengan pembuatnya lewat karya-karya yang dekat dengan mereka. Seperti kisah-kisah seputar kekacauan atau kepelikan hidup. Kisah-kisah ini seperti berusaha meyakinkan penonton untuk menghadapi permasalahan sesulit apa pun, dengan mempertunjukkan bahwa masih dan sudah ada orang-orang yang melalui kesulitan seperti yang mereka alami.
Para pembuat film melalui karya-karya mereka, dan para penonton dengan masalah hidupnya masing-masing. Inilah yang memberikan perasaan seperti menemukan teman dalam permasalahan hidup yang seolah tidak berujung.
Inilah yang membuat film Bising akan tinggal beberapa jenak di benak penonton setelah kreditnya berakhir. Kedekatannya dengan permasalahan yang dihadapi orang-orang ialah sajian yang sederhana tapi mendalam sehingga menjadi suguhan terbaik film ini.
Discussion about this post