• MINIKINO.ORG
  • FILM WEEK
  • INDONESIA RAJA
  • BEGADANG
Minikino
  • Home
  • SHORT FILMS
    Burnout (2021) film still directed by Thelma I. Santoso. doc: Thelma.

    Burnout (2021): A Visual Reflection on The Feeling of Burning Out 

    Apa yang Tersisa dari Gerajak

    Salah satu adegan film Tarek Pukat (2021) karya Muhammad Ammar Roofif (dok: istimewa)

    Aceh, Padang Panjang dan Bising Tantangan Zaman

    What It Takes to Get a Shot (2021) karya sutradara Dito Prasetyo. Dok: istimewa

    Berkenalan Dengan Budaya Shooting Toxic Melalui What it Takes to Get a Shot (2021)

    Jambrong&Gondrong (2021) directed by Monica Wijaya. Doc: istimewa

    Urban Life, Animated

    Astungkara (2021) directed by Anak Agung Ngurah Bagus Kesuma Yudha (photo: courtesy of filmmaker)

    Covid Stories: How Short Films Offer Us Different Perspectives of a Period in Isolation

    Pengantar program dari Programmer Indonesia Raja 2022 Aceh dan Padang Panjang, Akbar Rafsanjani dan Wahyudha. - Dok: Minikino

    Serambi Mekkah: Provokasi Terhadap Narasi Arus Utama

    Poster film Robot Mom (2022) karya Abigail Joanna Kelly (dok: istimewa)

    Robot Mom (2022): Upaya Pencarian Figur Ibu yang Utuh

    Salah satu adegan film Jogja Kronik (2020) karya Wimo Ambala Bayang (dok: istimewa)

    Kompleksitas Yogyakarta dalam Layar, dari Perempuan sampai Fenomena Bertahan

  • NOTES
  • INTERVIEWS
  • INTERNATIONAL
  • OPINION
  • CONTACT
No Result
View All Result
Minikino Articles
  • Home
  • SHORT FILMS
    Burnout (2021) film still directed by Thelma I. Santoso. doc: Thelma.

    Burnout (2021): A Visual Reflection on The Feeling of Burning Out 

    Apa yang Tersisa dari Gerajak

    Salah satu adegan film Tarek Pukat (2021) karya Muhammad Ammar Roofif (dok: istimewa)

    Aceh, Padang Panjang dan Bising Tantangan Zaman

    What It Takes to Get a Shot (2021) karya sutradara Dito Prasetyo. Dok: istimewa

    Berkenalan Dengan Budaya Shooting Toxic Melalui What it Takes to Get a Shot (2021)

    Jambrong&Gondrong (2021) directed by Monica Wijaya. Doc: istimewa

    Urban Life, Animated

    Astungkara (2021) directed by Anak Agung Ngurah Bagus Kesuma Yudha (photo: courtesy of filmmaker)

    Covid Stories: How Short Films Offer Us Different Perspectives of a Period in Isolation

    Pengantar program dari Programmer Indonesia Raja 2022 Aceh dan Padang Panjang, Akbar Rafsanjani dan Wahyudha. - Dok: Minikino

    Serambi Mekkah: Provokasi Terhadap Narasi Arus Utama

    Poster film Robot Mom (2022) karya Abigail Joanna Kelly (dok: istimewa)

    Robot Mom (2022): Upaya Pencarian Figur Ibu yang Utuh

    Salah satu adegan film Jogja Kronik (2020) karya Wimo Ambala Bayang (dok: istimewa)

    Kompleksitas Yogyakarta dalam Layar, dari Perempuan sampai Fenomena Bertahan

  • NOTES
  • INTERVIEWS
  • INTERNATIONAL
  • OPINION
  • CONTACT
No Result
View All Result
Minikino
No Result
View All Result
Home NOTES

Mendunia Bersama Pedagang Kaki Lima

Tirza Kanya Bestari by Tirza Kanya Bestari
November 26, 2021
in NOTES
Reading Time: 4 mins read
Warung Bu Azkiyah tepat di sebrang Festival Lounge MFW7, menjual aneka makanan dan minuman. Dok: Anggara Mahendra

Warung Bu Azkiyah tepat di sebrang Festival Lounge MFW7, menjual aneka makanan dan minuman. Dok: Anggara Mahendra

Acara budaya umumnya dirancang untuk hiburan dan kesenangan khalayak luas. Eksistensinya bertujuan untuk mempropagandakan dan menyebarluaskan tema-tema budaya yang menggunakan berbagai medium seni yang tak terbatas pada film, musik, fotografi, tari dan kesusastraan. Ketika acara budaya menerima intervensi yang minim dari pemerintah, muncul kendali dari korporasi. Akibatnya muncul budaya massa yang dikomersialisasikan, serta lahirnya industri budaya yang merupakan indikasi masyarakat kapitalis. Adorno dan Horkheimer, dua filsuf Jerman membahas industri budaya sebagai ungkapan industrialisasi dan komersialisasi budaya di bawah hubungan produksi kapitalis. Mereka berpendapat bahwa industri budaya telah menghambat tumbuhnya individu otonom, mandiri yang dapat menilai dan memutuskan sendiri melalui alat berupa modal dan teknologi. Realita tersebut menyebabkan berbagai bentuk acara budaya, khususnya festival film, memiliki hubungan erat dengan kelas menengah atas.

Festival film merupakan sarana komunikasi massa yang ampuh –tidak hanya untuk hiburan, melainkan juga sebagai media yang edukatif. Mantra magis dari layar dengan gambar bergeraknya menyatukan jiwa-jiwa penonton yang tergolong mampu secara finansial. Dalam dunia yang lambat laun tenggelam dalam digitalisasi, mereka yang tidak memiliki akses internet akan kesusahan untuk mendapatkan informasi tentang festival yang sedang berlangsung. Ditambah lagi, bahasa Inggris yang kerap digunakan dalam festival film internasional pada era globalisasi ini bukanlah bahasa yang dikuasai secara mahir oleh mayoritas penduduk Indonesia. Melihat hal ini, festival film memang sudah seharusnya lebih difokuskan ke realita sekeliling, tak melulu mengikuti zaman, seperti yang dilakukan oleh Minikino Film Week (MFW) Bali International Short Film Festival.

MFW adalah festival film yang berfokus khusus film pendek. Dalam website maupun berbagai pernyataan umum yang dipromosikan Minikino, festival ini percaya bahwa film pendek, seperti puisi atau cerita pendek, adalah karya otonom dengan kekuatan sastra yang unik. Kumpulan film pendek yang terprogram dengan baik di MFW juga merupakan stimulan yang kuat untuk diskusi; memicu proses berpikir kritis.

Saya, sebagai pengunjung MFW7 tahun 2021 ini ikut berperan sebagai penulis festival film, bersaksi bahwa menonton film pendek memang terbukti menimbulkan hasrat untuk berdialog dan bertukar pikiran.Tetapi, lebih dari itu, Minikino juga membuka ruang untuk mereka yang jauh dari lingkup perfilman, seperti para pedagang kecil yang diberi kesempatan ikut merayakan kemeriahan MFW pada tanggal 3-11 September 2021 lalu.

Lagi-lagi tema pandemi COVID-19 harus disebutkan dalam tulisan ini. Namun, virus ini memang telah mengubah sendi-sendi kehidupan manusia dari berbagai sektor, tak terkecuali pedagang kaki lima (PKL). Banyak orang yang harus memutar otak untuk bisa bertahan hidup. Dalam MFW7 lalu, saya menemukan hal yang unik nan istimewa. Di saat gegap gempita beli makanan secara online, kami, seluruh tim yang terlibat dalam festival, mendapatkan kupon-kupon yang dapat ditukarkan dengan makanan yang dijual oleh para PKL di sekitar MASH Denpasar, festival lounge dan salah satu venue festival MFW.

Read Also

To Voice The Unheard

Befriending the Discomfort of Not Knowing Anything

Stories Beyond Borders

Pedagang sate menerima kupon dari volunteer, filmmaker, dan komite MFW7. Dok: Anggara Mahendra

Ide kupon ini berangkat dari Fransiska Prihadi, Program Director MFW7 bersama dengan Edo Wulia, Festival Director MFW7, yang menyadari bahwa festival film merupakan perayaan bersama: siapa pun boleh ikut merayakan. Sejak tahun 2015, MFW edisi pertama bekerja dengan beberapa restoran sebagai mitra diskon. Pengunjung MFW di tahun 2015 akan mendapat diskon jika membeli makanan di restoran yang bekerja sama sebagai mitra diskon. Namun, pandemi telah menghambat gerak manusia sehingga di tahun 2021 ini, lahirlah ide baru untuk memanfaatkan individu-individu yang menyandarkan nasibnya sebagai PKL. Pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat di Bali membuat banyak sektor usaha mikro kecil dan menengah terdampak cukup besar. Dengan semangat kolaborasi, Minikino memberdayakan para pedagang sekitar. Mereka yang berjualan di sekitar festival lounge MFW7 diantaranya adalah Warung Bu Azkiyah yang berdagang nasi beserta lauk pauknya, penjual batagor dan pedagang kaki lima sate ayam. Para PKL ikut merayakan kemeriahan festival film pendek internasional dan roda ekonomi bergerak. 

Di bawah sadar, keberadaan pedagang kecil ini telah merajut kenangan istimewa. Di pinggir jalan, di bawah tenda sederhana dan kadang duduk di emperan toko yang tutup di malam hari, sambil menunggu makanan disajikan, kami bercakap, berbagi canda tawa, keceriaan, dan mengenal satu sama lain lebih baik.

Warung Bu Azkiyah menjadi tempat nongkrong teman-teman volunteer dan kru MFW7. Dok: Rayhan Dharmawan

Salah satu obrolan yang saya ingat soal salah satu film di MFW7 dari program Indonesia Raja Jakarta, yang berjudul Liburan Diam-Diam (Erlangga Radhikza, 2020). Film ini mengilustrasikan bagaimana kepala keluarga yang kurang mampu secara ekonomi, secara licik melakukan suatu cara demi bisa menuruti keinginan anaknya untuk berlibur ke Kebun Binatang. Sesuai seperti teori Emile Durkheim tentang struktur sosial dalam masyarakat yang dapat menekan warga negara untuk melakukan kelicikan atau kejahatan.Saya merasa lega bahwa MFW7 berhasil membentuk festival yang inklusif, dirayakan oleh beragam individu tanpa sekat kemampuan ekonomi yang merupakan stereotypical sebuah festival film.

Adorno dan Horkheimer mengemukakan bahwa industri budaya telah menghambat tumbuhnya individu-individu yang otonom dan mandiri yang menilai dan memutuskan sendiri  melalui alat berupa modal dan teknologi. Namun, momen-momen yang dilahirkan MFW membuktikan bahwa secanggih-canggihnya eksistensi teknologi di zaman sekarang, memang tidak ada yang bisa menggantikan senda gurau yang dilakukan secara langsung secara inklusif.

Interaksi lewat layar dengan koneksi internet mungkin tetap dapat menimbulkan canda tawa, namun tetap saja ada sebuah sekat yang membatasi ruang ekspresi antar-individu. Tetap ada jurang emosi dan ekspresi dalam interaksi daring. Minikino telah memberi kesempatan merayakan hidup lewat pertemuan film pendek kelas dunia dengan penontonnya, bahkan lebih lagi merangkul PKL melebur sekat untuk bercengkrama dan menciptakan memori indah untuk dikenang.

Sampai jumpa di MFW8, saya sudah mencatat tanggalnya 2-10 September 2022.

ShareTweetPin
Tirza Kanya Bestari

Tirza Kanya Bestari

A dancing dork and Disney storyteller who is currently preparing her academic review on La La Land’s Mia Dolan. Her passion in writing, as well as stage performing, has evolved in the past three years. She aspires to work in the field of language, art, and culture – while running a personal blog with cute template, incorporating dance projects, and taking internships as a writer to enrich her knowledge and experience.

Related Posts

Sámi people attended Frozen 2 Premiere (screenshot photo from Liisa Holmberg's presentation, June 2nd, 2022)

To Voice The Unheard

June 23, 2022
"abolished film study," the writer's tweet when she felt frustrated making loglines (photo: personal archive)

Befriending the Discomfort of Not Knowing Anything

June 20, 2022
First meeting with Guest Speaker for Hybrid Internship Program, Kelly Lui, via zoom (26/05/2022). Doc: Minikino

Stories Beyond Borders

June 7, 2022
Vira's high school friends (2019). Doc: Vira

The Journey to Find Oneself

June 7, 2022
Minikino brings VR film Penggantian by Jonathan Hagard to Pedawa Village, 12-13 April 2022. Photo: Vira Aurellya

Minikino Goes Virtual in Pedawa

May 5, 2022
Margo Hoo! Couldn't Sleep (2019) Directed by Raul Gonzo screened at Alliance Francaise Bali (10/10) in MFW5. Doc; Martino

A Note about Short Films and Short Film Festival

April 19, 2022

Kirim Tulisan

Siapapun boleh ikutan meramaikan halaman artikel di minikino.org.

Silahkan kirim artikel anda ke info@minikino.org. Isinya bebas, mau berbagi, curhat, kritik, saran, asalkan masih dalam lingkup kegiatan-kegiatan yang dilakukan Minikino, film pendek dan budaya sinema, baik khusus atau secara umum. Agar halaman ini bisa menjadi catatan bersama untuk kerja yang lebih baik lagi ke depan.

Minikino Head Loop Mask Minikino Head Loop Mask Minikino Head Loop Mask
  • Trending
  • Comments
  • Latest
What It Takes to Get a Shot (2021) karya sutradara Dito Prasetyo. Dok: istimewa

Berkenalan Dengan Budaya Shooting Toxic Melalui What it Takes to Get a Shot (2021)

June 7, 2022

Apa yang Tersisa dari Gerajak

June 10, 2022
Jambrong&Gondrong (2021) directed by Monica Wijaya. Doc: istimewa

Urban Life, Animated

June 7, 2022
Salah satu adegan film Tarek Pukat (2021) karya Muhammad Ammar Roofif (dok: istimewa)

Aceh, Padang Panjang dan Bising Tantangan Zaman

June 7, 2022
Vira's high school friends (2019). Doc: Vira

The Journey to Find Oneself

June 7, 2022
Burnout (2021) film still directed by Thelma I. Santoso. doc: Thelma.

Burnout (2021): A Visual Reflection on The Feeling of Burning Out 

June 23, 2022
Sámi people attended Frozen 2 Premiere (screenshot photo from Liisa Holmberg's presentation, June 2nd, 2022)

To Voice The Unheard

June 23, 2022
"abolished film study," the writer's tweet when she felt frustrated making loglines (photo: personal archive)

Befriending the Discomfort of Not Knowing Anything

June 20, 2022

Apa yang Tersisa dari Gerajak

June 10, 2022
First meeting with Guest Speaker for Hybrid Internship Program, Kelly Lui, via zoom (26/05/2022). Doc: Minikino

Stories Beyond Borders

June 7, 2022

ABOUT US

Minikino is an Indonesia’s short film festival organization with an international networking. We works throughout the year, arranging and organizing various forms of short film festivals and its supporting activities with their own sub-focus.

Follow us

RECENT NEWS

  • Burnout (2021): A Visual Reflection on The Feeling of Burning Out 
  • To Voice The Unheard
  • Befriending the Discomfort of Not Knowing Anything
  • Apa yang Tersisa dari Gerajak

CATEGORIES

  • INTERVIEWS
  • NOTES
  • OPINION
  • PODCAST
  • SHORT FILMS
  • VIDEO

Minikino Film Week 7

  • MINIKINO.ORG
  • FILM WEEK
  • INDONESIA RAJA
  • BEGADANG

© 2021 Minikino | Yayasan Kino Media

No Result
View All Result
  • Home
  • SHORT FILMS
  • NOTES
  • INTERVIEWS
  • INTERNATIONAL
  • OPINION
  • CONTACT

© 2021 Minikino | Yayasan Kino Media

-
00:00
00:00

Queue

Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00