Perempuan itu tidak menunjukkan senyumannya. Perempuan itu seperti tak lagi punya semangat untuk memancarkan cahaya dalam dirinya. Rutinitas yang harus ia lakukan sehari-hari untuk bertahan hidup seakan-akan merenggut jiwanya. Tampaknya hatinya sudah terlalu lelah, karena bumi yang dipijaknya dipenuhi duri. Meski dalam hari-harinya yang berat, perempuan itu masih merajut harapan untuk merasakan kehidupan di cakrawala lain. Perempuan itu adalah seorang buruh kebersihan asal Brasil, yang juga merupakan seorang istri dan ibu. Perempuan itu merupakan tokoh yang diceritakan dalam Sidéral (2021), film pendek garapan Carlos Segundo yang menampilkan kenyataan pahit akan apa yang terjadi di Amerika Latin, khususnya Brasil.
Di Natal, di pantai utara Brasil, sebuah roket luar angkasa pertama di negara itu sedang bersiap untuk diluncurkan. Sebagian besar masyarakat kota mengambil hari libur, siap untuk menonton acara besar tersebut. Tokoh utama dalam Sidéral adalah pasangan suami istri yang tinggal di dekat pusat antariksa bersama anak-anak mereka. Sang istri bekerja sebagai buruh kebersihan di kota tersebut, dan sang suami bekerja sebagai seorang mekanik. Ketika sang istri pergi bekerja, sang suami pun menuju ke bengkelnya dengan seorang rekan sambil melihat peluncuran roket tersebut. Ketika sang suami pulang ke rumah, dia mendapat kabar bahwa roket itu berisi satu penumpang lebih banyak dari yang diperkirakan semula.
Ternyata penumpang tersebut adalah perempuan murung yang disinggung di awal paragraf, yakni sang istri. Kenekatan tersebut mungkin tidak masuk akal, tapi tidak mengejutkan. Pasalnya, di awal film, sang istri tampak sedang mencuci piring dengan tatapan merana. Tak lama kemudian, sang istri melempar piring-piring tersebut dengan penuh amarah. Dia memang digambarkan sebagai perempuan yang memikul beban yang berat. Pergolakan batin sang istri kerap kali diundang dalam tiap adegan. Dan penonton tidak sedang diajak melihat kenyataan rekaan dalam layar, karena itulah persoalan hidup yang nyata ada. Keluarga dalam Sidéral yang miskin dan segala problematika kehidupan masyarakat kelas bawah menjadi cermin nyata atas kekacauan di Brasil.
Kolonialisme: Penjajah dan Yang Terjajah
Zaman terus berkembang dan berkembang, namun negara-negara dunia ketiga seperti Brasil ini ternyata masih banyak menyimpan luka serta masalah. Sidéral banyak menampilkan pemandangan Brasil yang gersang, dengan penduduk-penduduk yang menggunakan pakaian seadanya. Keadaan dalam film pendek tersebut membuat penonton membuka mata, bahwa jalan yang terseok-seok bagi penduduk negara dunia ketiga erat kaitanya dengan jejak kelam kolonialisme.
Kolonialisme telah melahirkan penjajah dan terjajah. Mereka yang terjajah seperti Brasil, mengalami kerugian besar dalam ekonomi. Dan sebaliknya, kelompok penjajah tentunya mengalami keuntungan ekonomi yang kemudian dibawa ke negara asalnya, dan memperkaya negara mereka sendiri. Kolonialisme masih menyisakan situasi yang pelik. Pasca periode panjang di mana ekonomi, kebijakan publik, dan alam pemikiran dikontrol oleh kelompok penjajah telah meninggalkan luka dalam kepada bangsa bekas jajahan.
Keadaan tersebut membuat bangsa bekas jajahan kesulitan untuk secara utuh memberdayakan diri mereka sebagai manusia: seperti sang istri dalam Sidéral yang dengan sangat terpaksa harus menjadi buruh kebersihan. Dari situ, timbulah sebuah keinginan akan eskapisme. Dan keinginan itu lah yang membawa sang istri masuk ke dalam roket itu.
Ruang Angkasa, Tempat Yang Dituju
Sidéral merupakan Bahasa Prancis yang berarti sesuatu yang berkenaan dengan bintang. Jika ditilik lebih dalam lagi, tampaknya sang istri tak sekadar menginginkan perubahan ruang dan waktu yang direpresentasikan dengan ruang angkasa. Tentu sang istri menyimpan utilisasi rasa untuk pergi jauh-jauh dari kenyataan yang ia jalani. Roket sebagai wahana-nya. Ruang angkasa sebagai tempat tujuannya.
Ia ingin lari, tapi tidak tahu harus ke mana dan ke “tempat” yang bagaimana. Oleh karena itu ruang angkasa digunakan sebagai simbolisasi realita ruang dan waktu yang masih menunjukkan ketidaktahuan. Tampaknya ia percaya bahwa perpindahan ruang dan waktu ke ruang angkasa akan memberikannya kepuasan batin, meskipun harus meninggalkan keluarganya. Munculnya sinar kosmik yang berwarna-warni pada akhir film telah merepresentasikan kepuasan batin sang istri. Sebuah warna cerah yang hanya terjadi satu kali dalam film. Karena Sidéral memang menggunakan color grading hitam putih di sepanjang filmnya.
Hitam dan putih memiliki tujuan tertentu dalam film. Dalam Sidéral, absennya sebuah warna berhubungan langsung dengan kehidupan sang istri tersebut, yakni kehidupan yang meletihkan. Menariknya, terlepas dari semua itu, tampaknya ada maksud lain. Dalam wawancaranya untuk Clermont-Ferrand International Short Film Festival, Carlos Segundo selaku filmmaker tidak ingin menentukan jangka waktu tertentu untuk Sidéral. Brasil yang muncul dalam film pendek ini merupakan Brasil yang tak lekang oleh waktu.
Tak lekang oleh waktu; sebab hingga saat ini, kebijakan masih diatur oleh negara-negara kaya, sedangkan Brasil masih terdaftar sebagai salah satu negara dengan ketimpangan ekonomi tertinggi. Begitulah yang dipaparkan oleh Oxfam, gerakan masyarakat global yang bekerja sama untuk mengakhiri ketidakadilan kemiskinan. Ya, sungguh keadaan yang meletihkan. Tak heran jika sang istri dalam Sidéral memilih untuk kabur karena sudah terlalu muak. Kemuakkan tersebut bukanlah sebuah perasaan konstan yang normal dan manusiawi. Kemuakkan tersebut dibebani secara sistematis, oleh faktor-faktor eksternal, sehingga menimbulkan pendambaan akan eskapisme.
Discussion about this post