[ap_testimonial image=”https://minikino.org/indonesiaraja/wp-content/uploads/2017/03/sumbawa-1.png” image_shape=”square” client=”Yuli Andari” designation=”Programmer | Sumbawa Cinema Society”]
Programmer Release
[/ap_testimonial]
INDONESIA RAJA 2017: Sumbawa
Dua Pertanyaan Tentang Laut
Laut dan problematika masyarakat pesisir menjadi benang merah yang mengikat dua film pendek yang saya pilih untuk program Indonesia Raja 2017 dari Sumbawa. Tema tentang laut sebenarnya sudah tidak asing dan banyak diangkat oleh para sineas di Indonesia, termasuk dua film pendek yang saya seleksi ini. Namun, nilai lokalitas yang sangat kental dan dilihat dari perspektif ‘orang luar’ membuat film ini terasa objektif. Kedua film ini disutradarai oleh Anton Susilo, pria kelahiran Yogyakarta yang sejak 2014 menetap di Sumbawa namun sejak 2005 sudah cukup mengenal kondisi sosial budaya masyarakat Nusa Tenggara Barat, khususnya Sumbawa.
Film pertama berjudul “Haruskah Ke Negeri Lain” yang diproduseri oleh Yayasan Kampung Halaman Yogyakarta pada tahun 2014 ini bercerita tentang seorang gadis remaja lulusan SMA yang memiliki mimpi besar untuk membahagiakan kedua orang tuanya untuk menjadi TKW ke Malaysia. Sebagai anak nelayan, ia sangat menyadari bahwa laut saat ini tidak bisa diharapkan oleh ayahnya untuk menghidupi keluarganya dan dia harus berusaha mencari sumber penghasilan lain yang lebih bisa diandalkan untuk jaminan hidup lebih baik. Sedangkan film yang kedua berjudul “Menari Di Atas Ombak” (Anton Susilo, 2016) adalah film hasil workshop Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang diadakah di Gili Air, NTB. Film berdurasi 8 menit ini menyinggung soal tradisi yang masih dianut oleh masyarakat pesisir mengenai laut. Mereka percaya laut masih bisa dijinakkan dengan cara memberi sesajian pada ‘penguasa’ laut seperti yang dilakukan oleh para leluhur mereka di masa lalu. Dengan begitu, laut yang sudah tidak bisa diandalkan, akan memberikan hasil yang melimpah.
Kedua film di atas sama-sama mengutarakan pertanyaan tentang laut sekaligus menawarkan dua jawaban yang berbeda. Film pertama menjawab dengan pesimis bahwa laut masih bisa diandalkan untuk menjadi sumber kehidupan masyarakat pesisir, buktinya si Mae mencari jalan lain sebagai tulang punggung keluarga agar keluarga nelayan tersebut bisa menlanjutkan kehidupan yang layak. Sementara film kedua bernada optimis dan percaya bahwa laut punya kearifannya sendiri untuk memberi rezeki dalam kehidupan manusia sehingga Iddenk perlu menjinakkan laut dengan ritual sesajian yang sudah dilaksanakan sejak zaman leluhurnya.
Namun, apakah problematika masyarakat pesisir ini adalah isu lokal dominan di Sumbawa? Tentu saja tidak. Sesungguhnya dua film ini tidak mutlak menjadi representasi persoalan lokal di Sumbawa hal ini semata-mata karena urusan teknis. Banyak film yang diproduksi yang mengangkat tema tentang persoalan lokal di Sumbawa berduarasi lebih dari 20 menit. Beberapa isu lokal yang dimunculkan dalam film pendek produksi sineas Sumbawa antara lain tentang buruh migran, kehidupan bersahaja peternak Sumbawa, kisah joki pacuan kuda, atau tentang seni tradisi yang nyaris punah karena tidak ada generasi muda yang mau meneruskannya. Film–film ini dibuat kebanyakan untuk kepentingan tayangan program film dokumenter pendek televisi (durasi 24 menit). Seandainya durasi bukan hal yang membatasi dalam IR2017 pastilah tema-tema ini akan memperkaya referensi penonton yang ingin tahu soal Sumbawa. Di sisi lain, para sineas Sumbawa sendiri perlu menambah referensi bahwa segmen film pendek yang durasinya dibawah 20 menit memiliki segmen dan ruang eksibisinya sendiri seperti yang dilakukan program ini.
Selamat menonton.
Sumbawa, akhir Mei 2017
Yuli Andari Merdikaningtyas
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”solid” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”1″]
[/ap_column]
[ap_column span=”5″]
Durasi total : 23 menit
Rekomendasi Usia Penonton: 15+
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
Synopsis:
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”solid” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”2″]
[/ap_column]
[ap_column span=”4″]
HARUSKAH KE NEGERI LAIN
Anton Susilo / Sumbawa / 2014 / 15 menit, 31 detik
Maesarah (17 tahun) adalah satu dari remaja dari Pulau Bungin, pulau yang didiami komunitas Bajau di Sumbawa. Ia anak nelayan yang ingin memperbaiki kehidupan keluarganya dengan bekerja di Malaysia. Untuk dapat dikirim ke Malaysia, SMK tempat Maesarah (Mae) bersekolah meminta calon pekerja seperti Mae untuk menyiapkan biaya sebesar 2 juta rupiah. Saat Mae mencari informasi dari tetangga yang sudah memberangkatkan anak mereka ke Malaysia, dia menemukan adanya indikasi jaring laba-laba seputar biaya keberangkatan yang melibatkan pihak sekolahnya.
Profil Sutradara:
Anton Susilo, lahir di kota Yogy akarta, saat ini berdomisili di Sumbawa Besar dan pernah mengenyam pendidikan formal di program studi broadcasting Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada. Pada tahun 2005 ia membuat dokumenter bersama Yuli Andari berjudul Joki Kecil dan film ini terpilih sebagai Film Terbaik Eagle Awards Documentary Competition 2005.
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”dashed” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”2″]
[/ap_column]
[ap_column span=”4″]
MENARI DI ATAS OMBAK
Anton Susilo / Gili Air, Lombok / 2017 / 8 menit
Iddenk, seorang pemuda pesisir berumur 24 tahun, mempunyai kekwatiran terhadap laut tempat ia mencari rezeki yang sudah tidak bisa diandalkan. Lalu ia mencoba untuk melakukan sebuah tradisi yang dulu pernah dilakukan para leluhurnya, yaitu memberikan persembahan kepada laut. Ia melakukan ini setelah terjadi komunikasi dengan penghuni laut yang dipercayainya datang lewat mimpi.
Profil Sutradara:
Anton Susilo, lahir di kota Yogy akarta, saat ini berdomisili di Sumbawa Besar dan pernah mengenyam pendidikan formal di program studi broadcasting Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Gajah Mada. Pada tahun 2005 ia membuat dokumenter bersama Yuli Andari berjudul Joki Kecil dan film ini terpilih sebagai Film Terbaik Eagle Awards Documentary Competition 2005.
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”solid” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
https://www.youtube.com/watch?v=LmbdqAg2IPc