Dokumenter jenis ini berkembang pesat sesudah produser film dokumenter asal Inggris John Grierson menyebut karya Robert Flaherty, Moana, sebagai sebuah film yang punya “kesan dokumenter”. Pada periode antara 1930-an hingga 1950-an ini, mulai berkembang kesadaran, terutama pada pembuat film dokumenter di Inggris untuk membedakan antara film fiksi dengan film dokumenter yang seakan menempati dua alam yang berbeda. Film fiksi adalah film hiburan untuk penonton sebagai individu, sedangkan film dokumenter adalah film yang mengangkat topiktopik yang penting bagi individu sebagai bagian dari publik dan warga negara.
Maka dengan demikian, dokumenter jenis ini dibuat dengan membangun jalinan gambar dari dunia historis ke dalam bentuk argumentasi dan retorika, untuk meyakinkan publik tentang pentingnya satu tema tertentu. Maka argumen dan retorika ini sering lebih menonjol ketimbang dibanding meggunakan pendekatan estetika maupun puitis. Dokumenter ekspositoris bersandar pada informasi logis yang disajikan melalui teks maupun suara dimana gambar atau visual hadir sebagai pendukung saja. Gambar dihadirkan sebagai ilustrasi, memperkuat suara, membangun drama, ataupun dihadirkan sebagai kontradiksi dengan suara.
Ceritanya dihantar langsung ke penonton baik menggunakan teks maupun suara dengan sudut pandang tertentu, argumen, dan fakta sejarah. Narasi yang dibacakan melalui voice over mengesankan suara Tuhan dimana suara bisa kita dengar tanpa tahu wujud yang berbicara.
Pembuat film mengharap penonton percaya dan yakin akan argumennya atau dunia yang dihadirkan dalam film. Contohnya seperti dalam seri film propaganda arahan Frank Capra berjudul Why We Fight. Frank Capra menyajikan argumennya kenapa pemuda-pemuda Amerika agar mereka harus bergabung dengan angkatan perang pada Perang Dunia II. Teks dan narasi penuh semangat patriotik, demokrasi Amerika yang ideal, kesengsaraan yang diakibatkan oleh musuh Amerika, serta penggambaran Hitler, Mussolini dan Kaisar Hirohito sebagai sosok jahat. Secara hitam putih Amerika diibaratkan penyelamat dunia yang berjuang untuk menghapus kejahatan yang dilakukan oleh tiga tokoh tersebut.
Dokumenter jenis ini banyak terdapat dalam film-film yang dibuat pada masa-masa perang Dunia I dan II, yaitu sekitar akhir dekade 1930an sampai 1950an. Contoh film untuk dokumenter jenis ekspositoris antara lainnya Blood of the Beast / Georges Franju, 1949 dan The Spanish Earth / Joris Ivens, 1937.
Sabtu, 26 Juli 2014 | Free of Charge | 19.30 – 21.30 PM (Indonesia Central Time)
Mini Hall Griya Musik Irama Indah
Jl. Diponegoro 114
Denpasar – Bali
tel/fax: (0361)226886 / (0361)237567
=====================================
Screening Officer: Edo Wulia | edo@minikino.org
|
|||
“The Spanish Earth”Joris Ivens / Amerika Serikat / 1973 / 52 menit The Spanish Earth berkisah tentang perlawanan rakyat Spanyol terhadap kaum fasis di bawah kepemimpinan Jendral Franco. Kisah tersebut didadah Joris Ivens melalui dua montase besar, yaitu kisah perlawanan dan semangat masyarakat membangun sebuah sistem pengairan atau irigasi di daerahnya. Peristiwa-peristiwa yang hadir di lapangan sebagai drama dari aktualitas yang ada saat itu. Ivens tidak mmemisahkan antara dokumentasi ideologis berupa perang sipil di Spanyol dengan keseharian masyarakatnya. Secara tidak langsung Ivens sedang berkata, politik itu lekat dengan kehidupan sehari-hari. |
|||
|
|||
“Cuplikan The Spanish Earth”Ide awal pembuatan film ini sebagai bahan edukasi politik tentang peperangan menjadi lebih menarik seiring keterlibatan Ernest Hemingway saat proses pembuatan film masih berjalan. Saat perekaman gambar, Ivens terus mengirim footage yang ia rekam ke New York untuk kemudian disunting oleh editornya, Helen van Dongen. Hemingway yang merupakan seorang veteran perang berkorespondensi dengan Ivens dan kemudian memberi masukan tentang dimana sebaiknya kamera diletakkan saat proses perekaman untuk meminimalisir resiko.Narasi film ini akhirnya dibacakan oleh Hemingway (versi lainnya dibawakan oleh Orson Welles) dan memberikan dimensi berbeda pada The Spanish Earth. Hemingway menuliskan sendiri narasi voice-over untuk film ini. Dan Hemingway jugalah yang menyimpulkan kenapa Ivens harus mengubah ide awal pembuatan film ini ke dalam sebuah kalimat “Manusia tidak bisa berakting di depan kamera saat dihadapkan dengan kematian.” Kata-kata Hemingway itulah yang menjadi kekuatan film ini. Banyak pembuat film dokumenter meminta subyeknya untuk berperan sebagai diri mereka sendiri untuk kamera. Sering kali, di saat mereka melakukan hal tersebut, mereka kehilangan keotentikannya (jati diri mereka sendiri). Tidak dalam film ini. Banyak adegan saat kita diperlihatkan para prajurit sedang berlaga di medan perang, kita akan diperlihatkan mereka dalam kehidupan sehari-hari—membaca koran saat tidak bertugas, memotong rambut, merokok saat istirahat, dan lainnya. Prajurit-prajurit Spanyol ini terlihat seperti pria-pria lokal yang hanya temporer harus pergi dari rumah mereka, tetapi secara esensi merupakan penduduk desa yang harus berjuang karena suatu tujuan. The Spanish Earth menjadi penting dalam ranah dokumenter ekspositori karena memanusiawikan obyeknya yaitu perang. Nadi dari film ini adalah wajah, entah apa itu wajah dari seorang pedagang roti di desa ataupun seorang ibu yang panik di jalanan karena ingin secepatnya masuk ke tempat perlindungan saat perang. Kematian yang kita lihat di jalanan kota Madrid—sepasang anak sekolahan, tubuh seseorang dengan setelan lengkap dengan dasinya yang hendak dimasukkan ke dalam truk korban bom—adalah footage sesungguhnya. Ivens tak lupa dengan estetika. Sebuah patung relijius menantang langit direkam melalui pagar kawat berduri misalnya. Rekaman-rekaman Ivens terasa otentik, tetapi dalam cara yang diatur, yang merupakan estetika sepanjang film ini. |
|||
|
Poin Diskusi
# Pada periode apa dan berlatar tempat manakah film ini dibuat? Dan bagaimana Anda mendapatkan informasi periode dan latar tempat tersebut?
# Bagaimana pendapat anda tentang narasi yang dibacakan oleh Ernest Hemingway? Apa kesan yang anda tangkap dari narasi yang ia bacakan (tone suara, mood, penekanan kalimat)? Adakah efek dramatis yang dihasilkan dari narasi tersebut terhadap cerita dalam film ini?
# Apa yang menjadikan suatu film bisa disebut sebagai propaganda? Batasannya apa?
# Apakah selalu penting untuk bercerita dari dua sisi (covering both sides)?
# Apakah terpikirkan oleh Anda bagaimana film ini melakukan persuasi terhadap penontonnya? Bila iya kenapa dan adegan yang mana?
# Jika berbicara tentang masa kini, menurut Anda bagaimanakah sebuah film propaganda bisa mempengaruhi penonton?