[ap_testimonial image=”https://minikino.org/indonesiaraja/wp-content/uploads/2017/03/cirebon-1.png” image_shape=”square” client=”Kemala Astika” designation=”Programmer | Cinema Cirebon”]
Programmer Release
[/ap_testimonial]
INDONESIA RAJA 2017: CIREBON
“TUNAS PANTURA”
Dengan berbagai sebutan yang melekat pada dirinya mulai dari kota udang, kota transit, kota pesisir, kota pelabuhan, dan lain sebagainya, Cirebon berkembang dengan ragam keunikan didalamnya. Program berikut bisa jadi mewakili kaum muda yang ada di Cirebon tentu dengan dinamika pesisir pantai utara yang menarik untuk disimak. Film-film kurasi dari Cirebon adalah cerminan proses produksi film kota itu dimana banyak tunas penggiat film baru muncul ke permukaan dengan malu-malu. Misalnya, pelajar Cirebon bicara tentang problematika dan kekhasan moral lesson didalamnya lewat “Komplikasi 3 Arah”. Film kisah cinta 2 sejoli besutan penggiat komunitas You Tubers ikut memeriahkan deretan film dari Cirebon lewat “Pertemuan Singkat”. Film “Darip Modar Apa Urip” mencoba mengangkat cerita laut dan manusianya lewat bingkai cerita yang sederhana ber-setting-kan di kampung nelayan pesisir Cirebon.
Selain itu, ada juga dua film produksi Yayasan Kampung Halaman menjadi representasi apa yang dialami oleh remaja di Indramayu dan Kuningan. “Miang Meng Jakarta” adalah tentang mereka di desa yang melihat kemilau ibukota sebagai solusi dari permasalahannya. “Karatagan Ciremai” menyuarakan suara remaja yang mendapatkan diskriminasi karena kepercayaan yang dianutnya, di negara yang katanya Bhinneka Tunggal Ika.
Wahai penonton yang budiman, selamat menyirami tunas pantura.
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”solid” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”1″]
[/ap_column]
[ap_column span=”5″]
Durasi total : 61′ 65″
Rekomendasi Usia Penonton: 15+
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
Synopsis:
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”solid” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”2″]
[/ap_column]
[ap_column span=”4″]
Komplikasi 3 Arah
Ari Gumelar / Filmmaker 81 SMAN 1 / Cirebon / 2016/ 07.49
Sebuah film pendek yang menceritakan pengalaman seorang remaja yang dalam perjalanannya mencari jati diri, terhadang oleh sistem pendidikan dimana nilai akademis menjadi penentu segalanya. Ditambah dengan kurangnya perhatian orang tua, membuat Seno, seorang siswa SMA sempat terpikir untuk menyerah kalah pada godaan obat-obatan terlarang. Namun kisah Seno bukan akhir dari segalanya. Seno berhasil bangkit melawan dirinya sendiri untuk bisa berbangga dikemudian hari, ketika dia sudah dewasa.
Penghargaan:
Juara 1 FLS2N Kota Cirebon
Statement Sutradara:
Saya ingin mencoba untuk menggeluti dunia sinematografi, merealisasikan sebuah cerita dalam bentuk visual.
Biografi:
Ari Gumelar, lahir di Cirebon, 3 Maret 2000. Bersekolah di SMAN 1 Cirebon. Awalnya membuat film hanya sebatas di kegiatan ekstrakurikuler sekolah. Karena akhirnya menemukan ketertarikan membuat film, terus berlanjut untuk menyutradarai film pendek sampai memenangkan penghargaan.
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”dashed” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”2″]
[/ap_column]
[ap_column span=”4″]
Pertemuan Singkat
Giri Cahya Pengestu/ Cirebon / 2016/ 08.59
Film ini menceritakan perempuan bernama Feira yang menjalani Long Distance Relationship dengan pacarnya, Dani. Suatu waktu, Feira berkunjung ke kota Cirebon, tempat tinggal Dani untuk saling melepas rindu. Mereka bertemu, namun akhir pertemuan yang tak terduga membuat kisah cinta Feira Dani berubah cerita.
Statement:
Dalam film ini saya mencoba mengangkat sebuah kisah cinta, hasil dari observasi yang saya lakukan di stasiun kereta. Harapannya, film ini dapat memotivasi saya untuk bisa berkembang dalam dunia perfilman.
Biografi:
Seorang yang selalu berusaha mencari tantangan. Aktif membangun organisasi. Masih aktif main You Tube dan juga sedang merintis media malasmikir.com
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”dashed” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”2″][/ap_column]
[ap_column span=”4″]
DARIP Modar Apa Urip
Tri Wahyudi / Cinema Cirebon / Cirebon / 2017 / 12.42
Darip ditemani dengan radio bekasnya menjalani hari di empang. Terkadang, alih-alih menemukan kepiting atau ikan bandeng, malah sampah berbagai rupa yang ditemuinya selagi menyelam kedalam empang. Darip dan radio bekasnya adalah kawan sejati. Si radio rajin menyiarkan lagu-lagu dangdut pantura yang membuat hati senang. Tapi, sesekali berita-berita muncul diantara riuh rendah gelombang radio di udara. Berita yang membuat Darip kesal. Musim paceklik selalu membawa kabar buruk bagi nelayan dan Darip adalah salah satunya yang bertahan. Akankah nasib Darip berakhir modar apa urip (mati atau hidup)?
Penghargaan:
Film Terbaik Festival Film Pendek Majalengka 2017
Statement:
Film DARIP ada sebagai kepedulian kami yang hanya bisa menuangkan eskpresi dalam gambar gerak, terhadap isu nelayan dan sekitarnya. Indonesia sebagai negara maritim sudah saatnya mulai memperhatikan nasib laut dan manusianya. Harapannya setelah menonton film ini, kita jadi sadar ada teman di lautan sana yang mungkin saat ini sedang berjuang. Berjuang untuk keluarganya dan demi ikan bergizi tersaji di dapur rumah tangga nusantara.
Biografi:
Tri Wahyudi, lahir 7 Mei 1991, adalah mahasiswa yang sedang senang-senangnya nonton dan ngobrolin film di Cinema Cirebon. Cinema Cirebon sendiri adalah komunitas film yang berfokus pada kegiatan literasi dan eksebisi. Belajar (dari) film adalah agenda rutin bulanan, dimana film menjadi media untuk bisa memahami persoalan sosial bersama.
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”dashed” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”2″][/ap_column]
[ap_column span=”4″]
Miang Meng Jakarta
Opan Rinaldi / Yayasan Kampung Halaman / Indramayu / 2014 / 16.00
Ika (16 tahun) dari Desa Amis, Indramayu, sangat ingin bekerja ke Jakarta. Masa lalu yang buruk membuat Ika memutuskan untuk tidak melanjutkan pendidikannya saat di SMP. Usianya belum cukup, dan keinginan ibunya agar dia tetap tinggal di Indramayu, membuatnya frustrasi. Segala upaya dia lakukan agar segera pergi dari Amis. Akankah Ika terus bertahan di kampungnya?
Penghargaan:
Nominasi Film Dokumenter Pendek Festival Film Dokumenter 2016
Statement:
Di film ini saya ingin mengungkap lebih jauh sebuah sudut pandang dari seorang Ika tentang peluang dan harapan serta ruang gerak yang ada di desanya dan di kehidupan sehari-hari. Apakah pilihan Ika ini sebagai bentuk protes atas kondisi lingkungan sehingga Ika tidak punya pilihan, ketidakberdayaan ekonomi dalam keluarga, atau juga karena pengaruh dari luar misalnya tentang keberhasilan temannya yang telah bekerja di Jakarta?
Selain itu saya ingin merekam pola relasi Ika dengan keluarga dan lingkungan untuk mendapatkan potret jujur dalam kehidupan sehari-hari sebagai remaja. Bagaimana Ika mewujudkan harapan dan cita-citanya untuk masa depan?
Biografi:
Opan Rinaldi lahir di Sumbawa Besar, menyelesaikan studi di Jurusan Desain Komunikasi Visual tahun 2005. Freelancer di dunia grafis dan videografi. Pernah terlibat di beberapa proyek dokumenter dan fiksi sebagai kameraman, seperti: “Selayar: Rahasia Surga Laut Tropis” (2012), “Bulan Sabit di Tengah Laut” (2007), “Jogja Berhati Mural” (2007).
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”solid” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]
[ap_column_wrap]
[ap_column span=”2″][/ap_column]
[ap_column span=”4″]
Karatagan Ciremai
Ady Mulyana / Yayasan Kampung Halaman / Kuningan / 2014 / 17.15
Anih Kurniasih (15 tahun), gadis Sunda dari Desa Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang meyakini agama leluhurnya: Sunda Wiwitan. Berdasarkan alasan negara hanya mengakui enam agama resmi, Anih dan keluarganya senantiasa mengalami diskriminasi. Sejak lahir, ia tercatat sebagai anak angkat dari kedua orangtua kandungnya. Pernikahan orangtuanya dianggap tidak sah. Akibatnya, Anih dan adik-adiknya tidak memiliki akte kelahiran. Padahal, tanpa akta kelahiran, sulit untuk Anih mendapatkan administrasi kependudukan lainnya. Disadari atau tidak, yang dialami Anih adalah diskriminasi terstruktur. Sampai kapan hal ini akan terus berlangsung? Bisakah Anih memperoleh pendidikan setinggi mungkin sesuai dengan cita-citanya?
Penghargaan:
Nominasi Short Documenter Freedom Film Festival 2016
Statement:
Sejak berkenalan dengan Anih dan keluarganya, saya mempertanyakan apakah kita masih bersetia pada filosofi Bhinneka Tunggal Ika? Karena apa yang terjadi pada Anih dan keluarganya jelas merupakan diskriminasi yang terstruktur. Ada berapa banyak Anih lain di seluruh nusantara? Apa yang sudah kita lakukan untuk membantu mereka?
Biografi:
Ady Mulyana lahir di Garut, Jawa Barat. Dia mengenyam pendidikan di SMAN 27 Jakarta. Belajar film secara otodidak, berawal dari perpustakaan film di rumah perupa Dolorosa Sinaga. Selain itu, Ady juga kerap menjadi fasilitator pada rangkaian workshop dan diskusi film di beragam komunitas. Saat ini Ady sedang menyelesaikan dokumenter panjangnya “Temu Rindu Menggungat Sunyi”/Breaking The Lies tentang Gerakan Perempuan Indonesia era 1950 – 1965 (Gerwani).
[/ap_column]
[/ap_column_wrap]
[ap_divider color=”#CCCCCC” style=”solid” thickness=”1px” width=”100%” mar_top=”10px” mar_bot=”10px”]