SEDERHANA, TAPI PADAT
Salah satu kekuatan film pendek justru adalah durasi yang terbatas. Karena inilah cara menyampaikan ceritanya menjadi unik. Film pendek Bitchboy berdurasi 15 menit ini membawa isu sosial tentang kekerasan dalam rumah tangga dan isu patriarki secara tegas dalam sebuah dunia sinema hitam putih.
Dendam Lukas yang besar pada sang kakek, dan ia tidak ikhlas jika kakeknya dikubur di kuburan keluarga. Dari kesederhanaan tersebut, terdapat isi yang padat. Tanpa memperkenalkan tiap tokoh untuk memakan durasi, Bitchboy menampilkan semua informasi itu lewat aspek audio visual yang disuguhkan.
HITAM PUTIH DAN KEMATIAN
Memperkuat atmosphere dan mood cerita dengan pemilihan warna hitam putih. Setting di rumah sakit didominasi warna putih. Karakter Lukas yang suka musik hard metal identik dengan warna hitam.
Tata rias wajah Lukas ditampilkan begitu menonjol dan kontras di film ini. Tidak ada warna lain yang boleh merusak harmonisasi ini. Selain kedua hal tersebut, hitam putih sendiri secara kuat menggambarkan hari kematian yang identiknya didatangi para tamu berduka dengan baju hitam dan putih.
PENONTON SEBAGAI PENONTON, BUKAN TUHAN
Layaknya aib dan rahasia keluarga yang tidak boleh diketahui orang lain, namun beberapa film perlu memberikan detail-detail latar belakang tiap karakternya. Hal ini seolah-olah menjadikan penonton seperti Tuhan yang berhak mengetahui segalanya,
Dalam film ini Måns Berthas sebagai sutradara memutuskan, tidak membiarkan aib keluarga Lukas tersebar begitu saja untuk penonton. Sebuah aib keluarga disampaikan dalam rasa, menggunakan berbagai unsur pembangun film, artistik, wardrobe, make up, akting, dan dialog yang implisit. Akhirnya, hanya bisa menjadi gunjingan tanpa bukti yang nyata.
LUKAS DAN KELUARGANYA
Masalah keluarga menjadi topik utama di film ini. Setiap tokohnya dijelaskan dari atribut mereka, wardrobe, make up, dan accessoriesnya. Serta akting-akting kuat dari para tokohnya.
Alkisah, satu keluarga yang terdiri dari 3 generasi di mana masing-masing karakternya saling melengkapi untuk menjadi sebuah rumah. Figure ibu yang super sibuk tanpa kemunculan sosok suami, sehingga memiliki tempo bekerja yang cepat. Nenek pendiam di kursi roda, yang justru mengambil peranan cukup penting, sekaligus menjadi kunci dari film ini yang akan dijelaskan di ending. Lukas yang menyukai musik hard metal tanda pemberontakan serta delusional. Sangat mungkin disebabkan trauma masa lalu dengan sang kakek. Adik perempuan Lukas yang tenang tapi dalam tenangnya menjadi saksi atas betapa kejinya kakek, dia juga yang tahu bagaimana cara mengatasi delusi Lukas.
Kemudian jenazah sang kakek yang secara unik digambarkan lewat impresi karakter lain, yakni penjaga basement yang dijumpai Lukas dengan watak keras, memaksa, dan bermain fisik.
SINEMATOGRAFI, SOUND, ARTISTIK
Dengan treatment kamera seperti tripod still, pan, dan follow, Måns Berthas membangun atmosphere yang kuat. Ketegangan terasa saat kamera still tripod menangkap adegan Lukas mengendap-endap di lorong rumah sakit sambil mendorong ranjang kakeknya. Ia berpapasan dengan dokter dan berhasil mengecohnya hingga berhasil turun ke basement.
Sama halnya dengan sound di film ini, pada scene pembuka kita langsung disuguhkan garangnya lagu metal, yang didengarkan Lukas sambil merias nenek yang hanya bisa diam di kursi roda. Dibantu dengan artistik kamar yang dipenuhi atribut rock, pakaian dan riasan, Lukas dan nenek memperkenalkan siapa mereka.
Lalu ibu yang masuk kamar, dengan tergesa-gesa, wanita karir dan tulang punggung keluarga yang biasa bekerja dengan tempo cepat, seolah menjelaskan alasan mengapa ibu Lukas tidak tahu apapun yang terjadi di rumah selama kakeknya hidup.
KESIMPULAN
Dengan treatment berceritanya Måns Berthas berhasil menyuguhkan satu drama film pendek yang padat dengan pemilihan artistik, wardrobe, dan akting dari para tokohnya sehingga penonton bisa melihat dan menyimpulkan sendiri tanpa harus disuapi satu persatu oleh film ini.
Warna hitam dan putih sendiri menjadi elemen penguat cerita, karena banyaknya unsur intrinsik yang bisa disampaikan oleh pemilihan warna ini. Bagi saya, BITCHBOY adalah contoh sebuah keberhasilan karya film pendek. Semakin saya tonton, semakin banyak detail yang bisa diskusikan dan disimpulkan kembali dari film ini.
Film ini telah dipertunjukkan kepada penonton umum di acara 3rd Minikino Film Week, Bali International Short Film Festival (7-14 Oktober 2017) sekaligus berhasil meyakinkan dewan juri; John Badalu (film programmer & producer), Veronika Kusumaryati (anthropologist, writer, film curator), Daniel Rudi Haryanto (Film Director) dan Luh De Suriyani (Journalist) untuk menganugerahkan BITCHBOY penghargaan internasional yang tertinggi, sebagai film terbaik MFW Best Short Film of the Year 2017.