Lokasi Pemutaran & Waktu: |
Durasi total: 69’01”
Programmer: Hesti Nurnaningsih | Ruang Film Semarang
CATATAN PROGRAMMER :
Pencapaian sebuah film dari suatu kota tidak bisa dilihat hanya dari satu genre atau satu tingkatan saja. Seperti halnya sepak bola dimana terdapat kompetisi dan pembinaan perjenjang, demikian halnya dengan film.
Dalam film yang terkumpul ini, saya memilih untuk melihat pencapaian hasil karya filmmaker Semarang menurut jenjang mereka. Disini terdapat film animasi, dokumenter maupun fiksi dari berbagai level filmmaker yaitu karya pelajar SMA, mahasiswa hingga kelas professional.
Di harapkan dengan film yang terkumpul ini, kita bisa mendapatkan gambaran sudah sampai dimanakah kualitas filmmaker yang ada di setiap jenjang yang ada di Semarang. Hingga nantinya kita bisa membenahi dan menciptakan sinergifitas antar level filmmaker untuk mau saling berbagi dan bekerjasama.
It is impossible to see one city’s films achievement from one genre or one level. Similar like football, there’s competition and various levels mentoring.
I choose to curate the attainment of Semarang’s film-makers according to their level. There’s animation, documentary and fiction from various level of film-makers which are high-school and university students and professional.
Hopefully after watching these films, we can get a glimpse of Semarang’s film-makers quality from each level. A synergy then would be generated from all these film-makers as a sharing and collaboration platform.
|
|||
“Coffee Girl”(Bintang adi Pradana / Semarang – Perancis / 2014 / 03’53”) An impossible story yet possible, something that is far away yet so close. something that we understand and yet indescribable. A painful story yet so beautiful about life, love, and lust |
|||
|
|||
“Potehi”(Jason Nathan / Semarang / 2014 / 13’29” ) Di Semarang kesenian wayang potehi masih bisa ditemui, namun kini keberadaannya sudah kian terpinggirkan. Seorang dalang bernama Thio Thiong Gie masih setia menjadi dalang wayang potehi di Semarang bahkan satu-satunya yang aktif di Semarang. Kini dalam beberapa kesempatan di Semarang, Thio Thiong Gie masih melakukan pementasan wayang potehi. Kecintaannya akan wayang potehi melebihi apapun. Beberapa kali Thio Thiong Gie menjadi objek riset maupun tempat bertanya mengenai segala macam tentang wayang potehi. Wayang Potehi is a rare marginalized art in Semarang. Thio Thiong Gie, is the only active Wayang Potehi puppeteer in Semarang. He still performs in several local occasions. His great love and passion for this art makes him a research object and information source for all about Wayang Potehi. |
|||
|
|||
“Medsos”(Joshua Reynaldo / Semarang / 2014 / 20’18”) Gaulnya masa kini yang membuat anak muda turut terlarut dalam perkembangan teknologi online hingga tak sadar sebenarnya menjadi korban. The latest online technology development victimize youth. |
|||
|
|||
“Kamapertoire”(Weisha / Semarang / 2014 / 16’22” ) Sepenggal cerita cinta tentang 2 insan manusia yang memiliki hak untuk mencari dan menemukan kebahagiaan dari cinta, Tuhan dan takdirnya. A story about two human’s right to find and found happiness from love, God, and their fate. |
|||
|
|||
“Adagio”(Farizal Famuji / Semarang / 2014 / 14’59” ) Seorang anak perempuan buta pada masa penjajahan Belanda mengalami pergantian pendudukan penjajahan di negeri ini. Story about a blind girl during the end of Dutch colonial occupation in Indonesia. |
|||
|