Tahun 2019, saya menulis dan menyutradarai sebuah film pendek yang akhirnya bisa saya banggakan. Film pendek tersebut berjudul Proyek Al-Amin. Film pendek tersebut berhasil memenangkan Moving Image Production Awards, sebuah festival film yang dibuat khusus untuk mengapresiasi film-film seangkatan di Universitas Multimedia Nusantara (UMN). Bermodal nekat dan asal tembak, saya pun mencoba untuk menjadi distributor film saya sendiri. Hasilnya, Proyek Al-Amin berhasil lolos ke beberapa festival film nasional. Sejak itu, saya mulai tercemplung ke dalam skena film pendek.
Entah kepercayaan diri atau arogansi, saya mengirimkan film saya ke festival internasional. Namun tidak ada satupun yang lolos. Sempat curhat juga ke kakak tingkat. Lalu kakak tingkat saya menjelaskan soal strategi distribusi film pendek yang sempat ia kerjakan. Ternyata, banyak hal yang saya lewatkan selama proses distribusi. Dari situ, saya mulai tertarik dengan pendistribusian film pendek. Kini, saya sedang dalam proses penulisan sebuah film pendek yang rencananya akan produksi di akhir tahun ini. Kali ini saya mengikuti saran untuk menulis naskah dengan mempertimbangkan rencana distribusinya. Pas sekali, Objectifs Film Centre mengadakan sebuah forum diskusi mengenai cara memaksimalkan sebuah film pendek pada tanggal 4 Juli 2021 via Zoom. Forum diskusi tersebut diikuti bersama para programmer film dari berbagai mancanegara; Julian Ross (International Film Festival Rotterdam), Fransiska Prihadi (Minikino Film Week, Bali International Short Film Festival), dan Park Sungho (Busan Film Festival, Cambodia Film Festival). Forum diskusi ini membicarakan apa yang sebenarnya dicari oleh para programmer dan bagaimana membuat sebuah film pendek menonjol dari yang lain.
Hal yang saya pelajari dari forum ini adalah bahwa tidak ada formula jitu yang akan menjamin lolosnya sebuah film pendek ke festival film. Semua bergantung kepada konteks dan konten film pendeknya tersendiri. Merujuk kembali kepada bagaimana pembuat film ingin film pendeknya dipersembahkan dan diapresiasi ke publik. Beberapa poin berikut dapat dijadikan refleksi dalam pembuatan film pendek dan distribusinya.
Pemahaman terhadap Medium
Julian Ross menyebutkan hal terpenting yang harus dimiliki oleh semua pembuat film pendek. Hal itu adalah pemahaman terhadap medium film pendek. Kerap para pembuat film pendek melupakan jangkauan arena tempurnya sendiri. Banyak yang bercerita dengan alur yang kompleks, teknik pergerakan kamera yang terlalu ‘mewah’, dan penggunaan musik yang berlebihan. Teknis-teknis ini terkesan digunakan untuk menyaingi film panjang ala Hollywood. Padahal, film pendek memiliki kekuatan magisnya sendiri sebagai sebuah medium. Sebuah medium yang menentang konvensi sinema dan batasan-batasan studio besar. Melalui film pendek, pembuat film ditantang untuk mengeksplorasi cara-cara bercerita yang baru.
Programmer film mengharapkan adanya sebuah eksplorasi terhadap medium; permainan format dan struktur yang belum pernah ada sebelumnya. Sebuah eksperimen dan inovasi yang hanya bisa dicapai dalam film pendek. Julian juga menghindari film pendek yang terkesan seperti film panjang yang dipendek-pendekkan, seakan-akan berharap ada produser film yang akan mendanainya untuk membuat sebuah film panjang.
Poin mengenai teknik stylistic disinggung oleh Park Sungho yang membahas soal tren-tren yang sering ia temukan setiap tahunnya menjadi programmer di Busan Film Festival. Sebagai contoh, jumlah film pendek black and white meningkat beberapa tahun silam. Namun tidak sedikit juga yang menggunakan black and white tanpa substansi yang jelas. Selain itu, gaya penyutradaraan ala Wong Kar Wai juga sering ditemukan setiap tahunnya. Penggunaan teknik-teknik stylistic harus dipertimbangkan secara bijak.
Pernyataan soal pemahaman medium film pendek menimbulkan resonansi dalam benak. Beberapa orang yang menonton Proyek Al-Amin, merasa bahwa film ini memiliki struktur identik dengan film panjang. Bahkan ada montase opening credits layaknya beberapa film panjang dan opening serial TV. Saya tidak menyangkalnya. Pengaruh besar saya memang film panjang. Kritik tersebut kemudian diperkuat dengan pernyataan oleh para programmer di forum ini. Saya merasa dahulu saya ingin pamer terlalu banyak; menggebu-gebu dan membuat ceritanya terlalu kompleks untuk sebuah film pendek. Ajakan untuk eksplorasi medium film pendek menginspirasi saya untuk bercerita lebih singkat, padat, dan jelas.
Sincerity
Selama saya kuliah film di Universitas Multimedia Nusantara, para pengajar selalu menyuarakan jargon “Berkarya dengan Jujur”. Saya bertanya-tanya, apakah maksudnya berkarya harus sesuai fakta? Apakah kejujuran dalam arti tidak boleh berbohong pada saat pitching? Atau mungkin filmnya harus memiliki pendekatan realistis?
Dalam forum diskusi Objectifs, Fransiska Prihadi mengatakan bahwa dibutuhkan adanya sincerity atau ketulusan dalam berkarya. Para programmer dalam diskusi panel ini menekankan pentingnya untuk bercerita sesuai dengan personalitas dan identitas pembuat filmnya. Selain itu, perlu dipikirkan ulang alasan membuat sebuah film pendek. Motivasi membuat film pendek dengan harapan agar lolos di berbagai festival film sebaiknya diperlukan pemikiran ulang.
Film pendek cenderung dibuat secara independen; mengorbankan uang dan waktu pembuat filmnya sendiri. Sehingga para pembuat film dianjurkan untuk membawa topik atau isu yang dekat dengan diri sendiri. Pada akhirnya, film pendek yang tulus adalah yang dicari oleh seorang programmer.
Strategi Distribusi
Strategi distribusi adalah sesuatu yang asing untuk seorang pembuat film pendek yang baru merintis karirnya. Inilah hal yang saya rasakan sebelumnya. Teman-teman sesama pembuat film di lingkungan saya pun tidak memiliki pengetahuan cukup soal distribusi film pendek. Pada akhirnya kami banyak salah langkah dan melewatkan berbagai kesempatan untuk menayangkan film-film kami.
Sebagai contoh, teman saya telah memproduksi sebuah film pendek yang menurut saya dibuat dengan tulus dan memiliki production value yang mapan. Namun tanpa strategi distribusi, ia secara asal mengirimkan ke berbagai festival film di FilmFreeway. Ia berhasil masuk ke satu festival internasional, yang sebenarnya namanya tidak terlalu besar dan hanya diselenggarakan secara daring. Ketika ia ingin mendaftarkan ke festival film yang lebih besar, ia tidak memenuhi persyaratan premiere status-nya yang International Premiere.
Menurut saya edukasi soal festival film dan distribusinya merupakan tanggung jawab bagi kuliah film dan festival filmnya sendiri. Tentunya, setiap pembuat film juga harus melakukan riset tersendiri soal festival yang didaftarkan. Oleh karena itu, saya rasa perbincangan strategi distribusi dalam forum ini dapat memberikan wawasan lebih kepada sesama pembuat film pendek.
Fransiska Prihadi mengingatkan fakta mengenai early bird submission yang bagi saya cukup penting. Early bird adalah deadline paling awal untuk mengirimkan film ke sebuah festival film. Early bird memiliki biaya pendaftaran yang paling murah. Ia juga mengatakan bahwa film-film yang dimasukkan saat early bird sangat mempengaruhi pertimbangan para programmer. Biasanya dalam proses penyusunan program, terdapat tim pra seleksi yang akan menonton dan memberi catatan tentang film sebelum programming team membuat seleksi final. Selain menghemat anggaran distribusi, film yang didaftarkan pada saat early bird berpotensi untuk dipertahankan oleh tim pra seleksi, jika mereka menilai film tersebut layak untuk ditonton.
Para panelis kemudian menambahkan bahwa film pendek yang menunjukkan laurel festival film di awal filmnya, tidak selalu memiliki peluang yang tinggi untuk lolos. Tentu, menunjukkan laurel festival film yang bergengsi dapat menjadi nilai plus ketika proses seleksi. Namun dalam beberapa kasus, laurel tersebut justru dapat menurunkan kemungkinan untuk lolos. Hal ini dikarenakan para programmer ingin memberikan kesempatan kepada film-film lain yang mungkin belum memiliki kesempatan untuk beredar ke berbagai festival.
Selain itu, Park Sungho menambahkan bahwa distributor dan pembuat film juga perlu memahami istilah teknis premiere status seperti World Premiere dan International Premiere. World Premiere adalah penayangan perdana sebuah film di tempat publik, sedangkan International Premiere adalah penayangan perdana sebuah film di luar negara produksi. Berlaku juga untuk istilah premiere wilayah. Contohnya, premiere status Minikino Film Week adalah Bali Premiere. Berarti film yang didaftarkan belum pernah diputar secara publik di Bali sebelumnya.
World Premiere dan International Premiere sebuah film pendek perlu dipertimbangkan secara baik dalam perancangan strategi distribusi. Beberapa festival film pendek hanya menerima film untuk World Premiere dan International Premiere, seperti Busan Film Festival. Park Sungho menganjurkan untuk menunggu pengumuman festival yang berskala besar dan prestise dahulu, sebelum mendaftarkan sebuah film pendek ke festival lain yang berskala kecil.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah riset soal festival apa saja yang cocok dengan film pendeknya. Salah satu cara untuk mencari tahu lebih lanjut soal beragam festival film pendek adalah dengan mengunjungi https://www.shortfilmconference.com/members/.
Pengantar Karya
Pengantar karya di antaranya adalah poster film, sinopsis, still film, dan director’s statement. Memang, berkas-berkas tersebut penting. Namun ketika seorang programmer menerima sebuah film, hal pertama yang dilihat adalah filmnya itu sendiri. Sehingga sebagai pembuat film, hal yang perlu diprioritaskan adalah memaksimalkan kualitas film pendeknya. Para programmer film menyukai film yang berdiri sendiri; dapat dipahami dan dirasakan tanpa perlu melihat pengantar karya.
Meskipun itu, pengantar karya berupa director’s statement adalah berkas yang terpenting. Director’s statement adalah sebuah tulisan yang menceritakan latar belakang sebuah film, tujuan dari sebuah film, dan harapan yang diinginkan oleh sutradara. Director’s statement berbentuk paragraf dan tidak memiliki format baku dalam menulisnya. Dengan membaca director’s statement, seorang penonton dapat memahami lebih lanjut soal konteks pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara. Terkadang, lewat director’s statement, seorang programmer bisa menilai film pendek tersebut layak diloloskan atau tidak. Namun bila pernyataan yang ditulis berkontradiksi atau tidak selaras dengan filmnya, seorang programmer dapat mencabut film tersebut dari program. Diperlukan ketelitian dan pemahaman yang mendalam saat menulis director’s statement.
Saya setuju sepenuhnya dengan pentingnya director’s statement. Seringkali saya membaca director’s statement yang terkesan menggurui dan hanya dibuat untuk formalitas. Padahal, pernyataan tersebut adalah pintu gerbang memahami pandangan seorang sutradara terhadap filmnya. Selain untuk membantu penonton memahami filmnya, director’s statement bagi saya adalah embrio dari sebuah film pendek; hal pertama yang dibuat oleh seorang sutradara, pemilik visi sebuah film. Director’s statement membantu saya memetakan navigasi arah tujuan sebuah film pendek. Selain itu, dijadikan alat untuk mengajak berbagai individu untuk ikut berkontribusi kepada filmnya.
Renungan Penutup
Distribusi film pendek adalah sebuah permainan strategi yang membutuhkan pengetahuan soal skena film pendek, kepekaan terhadap lingkungan kultural-sosial, dan kesabaran yang tinggi. Membicarakan distribusi film pendek adalah topik yang seru untuk dibahas, bagai membicarakan berbagai strategi dalam bermain catur. Namun, hal penting yang saya pelajari dari forum diskusi ini merujuk lagi kepada pemahaman film pendek sebagai medium.
Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak sutradara film panjang yang merintis karirnya sebagai sutradara film pendek. Pemikiran film pendek sebagai ‘roket’ agar bisa membuat film panjang kerap menjadi pemikiran yang lazim. Padahal film pendek memungkinkan eksplorasi elemen sinematik lebih luas. Potensi untuk menunjukkan berbagai ragam budaya dan cerita pun lebih tinggi dari pada film panjang. Film pendek bersifat demokratis, semua orang dapat berpartisipasi dan menyumbang produk budayanya.
Julian Ross mengatakan bahwa masa depan film pendek sebagai konsumsi media mainstream adalah sebuah kemungkinan yang tinggi. Berbagai layanan OTT (Over-the-Top) seperti Netflix dan MUBI, mulai menambahkan film pendek pada katalognya. Meskipun itu, saya masih kurang tahu untuk arah karir saya kedepannya. Tapi yang pasti film pendek tetap memiliki tempat yang spesial dalam diri saya.
Discussion about this post