Festival Manager Minikino Film Week (MFW), Stanis Obeth Hollyfield, atau lebih akrab dipanggil Holly, mengawali karirnya di Minikino sebagai volunteer (sukarelawan) di divisi dokumentasi pada 2020. Di kala itu, ia juga memberi bantuan teknis, komunikasi, pelatihan, manajemen, dan kerja tim di samping mendokumentasi acara. Dua tahun setelah itu, tanggung jawabnya berkembang sebagai Manajer Festival, di mana ia menangani divisi logistik, teknis, dan manajemen volunteer. Tentunya, ini adalah versi tersingkat tentang perkembangan Holly di Minikino. Dalam prosesnya sendiri, Holly menyerap banyak ilmu dan pengalaman lewat berbagai kesempatan praktik merencanakan dan mengelola logistik Minikino Film Week, Bali International Short Film Festival (MFW). Pada bulan November 2024, Holly mendapatkan kesempatan belajar langsung dari kolaborator festival Minikino, yaitu magang di Toronto Reel Asian International Film Festival di Kanada.
Kedatangan Holly disambut musim gugur dengan temperatur sekitar 5–12°C. Jelas dingin untuk tubuh orang Indonesia. Di tengah perubahan suhu ekstrim, Holly perlu cepat beradaptasi dan langsung menjalani aktivitas padat, “Terasa seperti -1°C,” kata Holly. Selama magang di festival film dengan fokus ke komunitas Asia itu, Holly membantu operasional festival film, menambah pengalaman dan wawasannya berada di balik layar berlangsungnya suatu festival film di negara berjarak 13,614 kilometer dari Denpasar, rumah Minikino dan Holly sebagai manager festival MFW.
Kehadiran Holly di festival film Reel Asian sesungguhnya lebih dari sebuah program magang biasa, melainkan merupakan buah kolaborasi panjang berusia 21 tahun antara Minikino dan Toronto Reel Asian International Film Festival. Hubungan yang terjalin sejak 2003 ini merupakan wujud nyata kolaborasi internasional antara film festival, yang hanya memungkinkan berkat hubungan komunitas yang erat.
Komunitas Sebagai Fondasi
Tema besar sepanjang pengalaman magang Holly secara umum merupakan penegasan bahwa komunitas yang kuat adalah fondasi suksesnya suatu acara yang berkelanjutan. Sebagai film festival berlandasan komunitas diaspora Asia, kesatuan pengalaman dan persaudaraan di keluarga Reel Asian amat tangguh.
Suksesnya keberlanjutan Reel Asian yang tahun 2024 menginjak usia 28 tahun bersumber dari banyaknya diaspora atau imigran Asia di Toronto. Ditambah lagi, orang Asia juga menduduki berbagai sektor dan posisi pekerjaan. “Dari pemerintahan, kebudayaan, atau bahkan di bagian terendah pun selalu ada orang Asia,” Holly bercerita, “bahkan di sana ada komunitas-komunitas kecil orang Asia yang lebih spesifik dari daerah mana mereka berasal.”
Kumpulan diaspora Asia ini ada di Reel Asian International Film Festival disatukan oleh satu identitas yang akan selalu melekat pada hidup dan diri mereka: identitas Asia mereka. Untuk mereka yang generasi pertama di Kanada, berkumpul dengan orang-orang lain yang sepengalaman menumbuhkan persaudaraan dan rasa saling mengerti. Untuk generasi berikutnya yang lahir di Kanada, berkumpul dengan komunitas Asia mengundang mereka untuk lebih mengenal diri mereka sendiri—tradisi, asal mula, dan identitas mereka sebagai keturunan Asia.
Bagi Holly, rasa komunitas erat yang ia rasakan di sana mengingatkannya akan rasa komunitas dan kebersamaan yang ada di Minikino. Meski budaya kerja kedua festival mirip, ada beberapa hal yang membedakan Toronto Reel Asian International Film Festival dan MFW, yaitu perbedaan skala festival, jumlah kolaborator, dan kekukuhan rancangan festival. Pertama, skala festival Reel Asian dari segi tema film, jumlah layar dan keseluruhan jumlah audiens, serta jumlah program film market terasa lebih kecil dibandingkan MFW. Namun yang menarik adalah fokus pada pengalaman Asia yang disajikan lewat tema film yang dipilih. Walaupun 28th Toronto Reel Asian hanya memiliki 2 program film market, artinya lebih sedikit dibandingkan 21 program Short Film Market yang ditawarkan MFW10 pada tahun 2024, dukungan terhadap filmmaker terasa istimewa karena Reel Asian memiliki banyak kolaborator yang memberi mereka kesempatan untuk memberi bermacam-macam penghargaan bagi filmmaker-filmmaker yang terlibat dalam festival.
Terasa ada ‘detak jantung’ yang serupa antara Reel Asian dan Minkino, nilai kebersamaan dan kekeluargaan memungkinkan terlaksananya kegiatan budaya yang penting untuk komunitas. Selain itu, ada kekuatan budaya kerja tim yang baik dan membangun kepercayaan antar manusia. Walau Holly harus beradaptasi dengan penggunaan bahasa Inggris sehari-hari, rasanya tetap seperti kerja dekat rumah sendiri karena anggota tim kerja di kedua festival ini memiliki rasa humor yang baik. Hal ini mencairkan situasi supaya tidak selalu serius dan memberi keakraban antar anggota tim. Profesionalisme sekaligus rasa kekeluargaan serta semangat kolaborasi merupakan elemen kesuksesan kedua festival ini.
Kolaborasi Mewujudkan Festival Efektif dan Efisien
Semangat festival yang terwujud dari semangat kolaborasi untuk tujuan yang sama memang landasan kokoh bagi segala jenis kerja sama. Holly menyaksikan hal ini secara langsung saat ia berpartisipasi membantu operasional festival selama di Kanada. Ia menemukan bahwa komunitas di sana selalu menghadapi tantangan dengan berkolaborasi dengan baik.
Selama magang di Reel Asian, Holly membantu perencanaan dan berjalannya festival hari demi hari. Sebagaimana merencanakan acara besar membutuhkan persiapan yang matang, koordinasi tim harus baik. Contohnya, di hari ke-2 di Kanada, Holly yang belum memiliki tugas sudah siap membantu dengan persiapan festival. Karena itu, Holly mengomunikasikan keinginannya untuk berpartisipasi mempersiapkan festival. Karena komunikasi, ia jadi bisa berpartisipasi dalam membantu persiapan VR dan dekorasi Wee Asian.
Kolaborasi memungkinkan tim Reel Asian menerapkan beberapa inovasi dalam mengorganisasi festival. Beberapa di antaranya yang menginspirasi Holly adalah sistem antre Rush Hour. Dalam sistem ini, penonton tanpa tiket tetap bisa masuk ruang penayangan selama kursi masih ada. Ini dapat tercapai karena pencatatan jumlah penonton dan penjagaan kapasitas venue. Karena sistem organisasi informasi dan kolaborasi digunakan dengan efektif dalam berkomunikasi, penayangan jadi makin efektif dan efisien. Inovasi dalam kolaborasi seperti inilah yang menginspirasi Holly dalam tugasnya sebagai Festival Manager Minikino Film Week sejak 2022.
Selain dalam skala hubungan antarindividu, kolaborasi juga berbunga di antara Minikino dan komunitas ataupun festival film internasional lain selama Holly bertugas di Reel Asian. Bahkan, ternyata antusiasme terhadap Minikino sangat tinggi, terutama karena daya tarik lokasinya yang ada di Bali. Tidak sedikit filmmaker tertarik pada MFW dan berencana mendaftarkan film mereka ke MFW berikutnya, MFW11. Ada pula yang tertarik dengan program Pinhole yang menjadi salah satu partner kerja sama Minikino tiap tahunnya. Beberapa orang juga berencana mengarahkan beberapa film ke MFW serta berkolaborasi dengan Minikino sebagai badan atau organisasi dalam berbagai bentuk, seperti pertukaran program film atau proyek seni lintas budaya.
Dari kolaborasi antar anggota komunitas hingga organisasi atau festival, jantung dari festival adalah di individu-individu bagian dari komunitas-komunitas. Staf festival, volunteer, audiens dan partisipan yang berdedikasi ini memegang peranan penting dalam festival film. Dari berbagai lapisan demografis dan daerah di Asia, mereka berkumpul untuk tujuan yang sama dan untuk memeriahkan semangat festival.

Toronto Reel Asian International Film Festival melibatkan banyak individu, mulai dari volunteer, filmmaker, dan penonton. Merekalah yang mengayuh roda festival adalah para volunteer. Selama bekerja sama dengan mereka, Holly melihat banyak keunikan dan keistimewaan dalam volunteer Reel Asian. Salah satu di antaranya adalah mengenai rentang usia volunteer yang bervariasi. Orang-orang yang tergabung sebagai volunteer terdiri dari anak muda hingga lansia. Setelah secara langsung terlibat dalam festival, Holly menemukan alasan di balik pencapaian ini, yaitu dalam proses menjangkau dan memberi porsi pekerjaan.
Cara umum untuk mempromosikan open call untuk volunteer adalah melalui media digital. Namun, Reel Asian tidak berhenti di situ saja. Mereka juga menjangkau secara langsung komunitas-komunitas mahasiswa dan lansia, mengajak mereka berpartisipasi dalam Reel Asian sebagai volunteer. Melalui acara kampus, mereka berhasil merangkul anak-anak muda menjadi volunteer. Di sisi lain, mereka juga mengajak secara langsung komunitas lansia untuk bergabung. Tentunya, volunteer muda dan lansia memiliki porsi dan beban pekerjaan yang berbeda. Rentang waktu partisipasi mereka pun menyesuaikan kapasitas mereka. Dengan begini, semua orang dari berbagai generasi dapat bergabung tanpa khawatir tidak sanggup memenuhi kewajiban mereka.
Volunteer pun dikelola dengan sistem yang matang dan job description yang jelas. Misalnya, volunteer dibagi menjadi tim-tim kecil untuk tugas spesifik, seperti persiapan ruang Virtual Reality (VR). Koordinasi antar anggota tim pun terlaksana dengan baik berkat perencanaan matang sebelum acara. Mereka tahu harus ada di mana dan berbuat apa. Untuk menggambarkan, TIFF Lightbox, salah satu area penayangan, cukup rumit dan sulit dinavigasi. Karena itu, selalu ada volunteer yang menjaga tiap sudut dan lantai gedung, siap membantu dan mengarahkan pengunjung. Begitu juga dengan perencanaan tempat duduk dalam sinema, semuanya dicatat oleh volunteer dengan jelas.
Kerja keras volunteer mendapat apresiasi pengelola festival dengan bentuk yang beragam. Kedua festival paham benar akan pentingnya peran mereka untuk meraih kesuksesan festival. Reel Asian menunjukkan apresiasi tampilan video di layar setiap awal pemutaran film untuk mengajak penonton memberikan tepuk tangan untuk volunteer. Hal yang terlihat sederhana ini memberikan visibilitas untuk para tim kerja di balik layar.
Sebagai salah satu pilar festival film lainnya, filmmaker juga memegang peran besar. Dari filmmaker berpengalaman hingga filmmaker yang baru memijakkan kaki, Reel Asian menyediakan ruang bagi semua untuk berbagi karya mereka. Contohnya, Toronto Reel Asian International Film Festival sendiri menayangkan guest programme dari Minikino, “Love is Love.” Datang bersama Holly merepresentasikan Minikino ke Reel Asian adalah dua filmmaker Indonesia dari program “Love is Love,” Oktania Hamdani dan Winner Wijaya, filmmaker NGGAK!!! (2024). Program-program seperti ini menjadi tempat berkembangnya dialog, edukasi, dan pembangunan komunitas antarbudaya.
Selain melibatkan filmmaker dari film-film yang tayang di festival dengan menghadirkan mereka, Reel Asian juga memiliki program untuk filmmaker yang baru memulai perjalanan mereka, seperti program “So You Think You Can Pitch?” dan “Unsung Voices.”
Program “So You Think You Can Pitch?” mengundang diaspora Asia-Kanada untuk mengumpulkan proposal film pendek mereka. Empat partisipan terpilih akan mengolah proposal mereka dengan pembimbing dari industri, kemudian mempresentasikan proposal akhir mereka saat festival. Reel Asian juga memiliki workshop “Unsung Voices” untuk beberapa filmmaker pemula Asia berusia 18–29 yang terpilih, memberi mereka pelatihan dan wadah untuk mengembangkan ide mereka. Film-film mereka akan mendapat penayangan khusus di festival, memperkenalkan mereka sebagai seniman atau filmmaker pada komunitas Asia dan industri film. Program-program ini memberi filmmaker dari berbagai latar belakang, dengan berbagai kisah, kesempatan untuk mendukung produksi serta kreativitas filmmaker Asia-Kanada untuk berperan pada industri film.
Dalam berfestival, tidak hanya penting bagi Reel Asian untuk menjangkau banyak volunteer dan filmmaker dari berbagai latar belakang, menjangkau audiens tidak kalah pentingnya. Dalam menjalin hubungan dengan audiens, Reel Asian juga merangkul audiens mereka untuk menjadi bagian aktif dari komunitas. Bukan sekedar pendatang, tetapi audiens Reel Asian memegang peran sebagai bagian dari komunitas.
Pendekatan audiens ini berdampak besar dalam keberhasilan dan kemeriahan festival. Dari akarnya, komunitas Asia di Toronto sangatlah kuat. Warga Kanada yang merupakan imigran ataupun keturunan Asia sendiri menduduki salah satu porsi populasi imigran tertinggi. Mereka juga merupakan populasi dengan perkembangan terbesar di Kanada karena imigrasi. Karena Reel Asian adalah festival yang berbasis komunitas Asia, keeratan hubungan komunitas Asia ini terbawa ke suasana komunitas yang ada di Toronto Reel Asian International Film Festival.
Reel Asian tidak berhenti dalam menayangkan film ke orang Asia secara umum. Namun, Reel Asian juga menyediakan acara khusus untuk keluarga dengan anak-anak kecil, merangkul komunitas Asia lebih luas lagi. Mereka merancang program Wee Asian untuk keluarga dengan anak kecil, menyajikan film-film pendek animasi di ruangan redup dan pintu terbuka, memudahkan gerak saat diperlukan. Setelah penayangan film-film, semua penonton termasuk anak-anak dapat ikut serta dalam sesi tanya jawab bersama filmmaker. Kegiatan berbasis komunitas Asia yang melibatkan keluarga dengan anak kecil membangun fondasi yang baik bagi pembentukan budaya menonton dan berkomunitas, sekaligus merangkul lebih banyak lapisan generasi dan demografi.
Meski festival film, kegiatan yang dirancang Reel Asian bukan hanya kegiatan menonton, melainkan juga aktivitas lain, menyediakan ruang semua individu yang terlibat dalam festival untuk membangun relasi dan berjejaring. Wujudnya bervariasi, ada dalam aktivitas-aktivitas seperti karaoke santai, makan bersama, ataupun kegiatan kreatif santai. Salah satu kegiatan kreatif santai yang diikuti Holly adalah “Music To Draw To,” acara kreatif di mana peserta dapat membuat karya seni ditemani musik. Dalam kegiatan-kegiatan seperti ini, peserta dapat membangun koneksi dengan lebih organik dan tanpa tekanan.
Melalui kegiatan-kegiatan penayangan ataupun bukan, Reel Asian berusaha melibatkan banyak lapisan diaspora Asia untuk saling berbagi dan berkenalan. Hal inilah yang membuat rasa komunitas erat di antara semua orang yang terlibat dalam festival ini, festival yang memang bertujuan untuk merayakan mereka, sosok-sosok Asia kreatif dari berbagai macam latar belakang.

Budaya dan Festival Film
Perkumpulan individu-individu dengan ragam latar belakang, datang dari berbagai daerah di Asia, juga melibatkan pertukaran budaya Asia yang amat istimewa. Pengalaman ini sangat spesifik dan tidak bisa diduplikat di festival manapun lagi. Tak hanya kesempatan seperti ini langka, tetapi bertemunya banyak individu kreatif yang terbuka untuk kolaborasi ini membuka banyak ruang dan kesempatan—ruang di mana berkarya, berkolaborasi dalam projek maupun budaya, dan berteman dapat bermekaran.
Hadirnya Holly di Reel Asian memungkinkan pertukaran budaya terjadi. Pertama, rancangan tempat tinggal Holly selama di Kanada menciptakan pengalaman pertukaran budaya yang unik. Selama di sana, Holly bertempat tinggal di rumah Keith Lock, Richard Fung, dan Kelly Lui, tiga sosok yang berkontribusi pada pembangunan Reel Asian.
Holly tinggal di rumah Keith Lock dan istrinya Leslie di lima hari pertamanya di Kanada. Keith sendiri adalah filmmaker keturunan Cina pertama di Kanada dengan banyak kontribusi dan prestasi di perfilman Kanada. Pasangan ini menyambut Holly dengan hangat, membekalinya dengan budaya lokal keramahan dan berbagi. Mereka sangat pengertian akan Holly, bahkan membantunya menyesuaikan diri dengan cuaca dingin. Kehangatan dan keterbukaan ini terasa tiap pagi dengan obrolan-obrolan menarik. Keith sering mengajak diskusi sembari sarapan tentang pengalamannya sebagai filmmaker dan ketertarikannya akan berkolaborasi dan budaya Indonesia. Ditambah lagi, Holly harus menyesuaikan dietnya selama tinggal bersama Keith dan Leslie yang vegetarian.
Untuk sembilan hari berikutnya, Holly bersinggah di rumah Richard Fung, filmmaker dan professor emeritus di OCAD (Ontario College of Art & Design) University, dan pasangannya, Tim McCaskell. Seperti saat tinggal di rumah Keith dan Leslie, keseharian di rumah Richard juga penuh obrolan menarik tentang pengalaman Richard dan budaya Indonesia dan Kanada. Dari obrolan tentang gerakan sosial hingga perfilman di Kanada dan Indonesia, sesi sarapan di rumah Richard yang terdiri dari oatmeal dan maple syrup selalu penuh warna. Jika di rumah Keith dan Leslie Holly menjadi vegetarian sejenak, di rumah Richard dan Tim, dietnya mengikuti Tim yang peskatarian (orang yang tidak memakan daging apapun selain ikan). Tinggal bersama orang-orang dengan segudang kisah ini tidak hanya membuka Holly kepada pemikiran-pemikiran baru, tetapi Holly juga belajar untuk menyesuaikan berbagai aspek kesehariannya. Terbenam di budaya baru, Holly membuka banyak pintu untuk potensi kolaborasi antarbudaya.
Sebagai bagian dari pertukaran budaya ini, Richard menunjukkan film dokumenternya, Re:Orientations (2016) pada Holly. Mengangkat topik queer yang bersinggungan dengan kemanusiaan, Holly melihat potensi edukasi di film ini. Re:Orientations akhirnya menjadi salah satu film yang terpilih tayang di Festival Film Kemanusiaan (FFK) 2024, festival film di bawah naungan Yayasan Kino Media di mana Holly berperan sebagai Technical & Screening Coordinator. Dari pertukaran budaya ini, Holly membawa pulang satu film untuk dapat tayang di FFK 2024. Kolaborasi antarbudaya inilah yang dirawat dan terus berkembang dalam lingkungan berbasis komunitas seperti di Reel Asian dan Minikino.
Selanjutnya Holly tinggal di rumah Kelly Lui, programmer film Reel Asian dan narahubung Reel Asian dengan Minikino, pada dua hari terakhirnya di Kanada. Kelly sudah lama terhubung dan kenal dengan Minikino, termasuk Holly, memulai pengalaman mereka dengan keakraban. Meski akrab, pengalaman ini membawa banyak hal baru bagi keduanya. Selain lebih mengenal Holly lebih baik, dari cara kerja hingga sifatnya, Kelly juga mendapat observasi dan inspirasi untuk Reel Asian. “We’ve only hosted interns through universities here (in Canada), it’s a very different type of program” ujar Kelly, mengaku program yang Holly ikuti ini masih baru di Reel Asian. Kelly pun tertarik untuk mengembangkan program serupa di masa depan dengan festival film lain yang sudah memiliki hubungan dengan Reel Asian. Baik perbedaan budaya diaspora Asia di Kanada dan Indonesia maupun budaya film festival di Kanada dan Indonesia, pertukaran segenggam informasi ini berharga untuk keberlanjutan kedua festival.
Di Toronto Reel Asian International Film Festival, Holly diingatkan kembali akan peranan penting budaya dalam festival film. Oleh karena itu, Holly memiliki aspirasi untuk Minikino agar dapat mempertahankan keragaman dan inklusifitasnya. Holly selalu berharap Minikino menjadi festival yang memberi wadah persatuan dan pertukaran budaya serta menciptakan suasana kolaboratif. Keterbukaan dan rasa inklusif di MFW lah yang membuat para staf, volunteer, serta audiens merasa aman dalam berfestival.
Seperti di Minikino, Holly menjumpai komunitas yang sangat terbuka dan welcoming di Toronto Reel Asian International Film Festival. Kontribusinya yang baik di Toronto Reel Asian International Film Festival yang ke-28 pun mencerminkan kemampuan dan keterlibatannya yang baik.

Meskipun harus menghadapi cuaca dingin yang untuknya ekstrem, bahkan membuatnya sempat sakit, Holly mengaku bersyukur atas pengalamannya. Dari pengalamannya, Holly dapat melihat secara langsung dan berpartisipasi dalam festival film di negara lain, terlebih di benua Amerika. Selama ini, Holly baru mengunjungi festival-festival di negara-negara Asia. “Aku bersyukur bisa ketemu orang-orang yang latar belakangnya berbeda-beda. Walau mereka Asia, diaspora Asia memiliki perbedaan dan kesamaan,” ucapnya, “Bersyukur pertama kali magang ke luar negeri, aku ke Reel Asian, karena budaya kerjanya sama dengan Minikino.”
Editor: Fransiska Prihadi
Program ini merupakan bagian dari program kolaborasi internasional Minikino (Yayasan Kino Media) yang didukung oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, serta Lembaga Pengelola Dana Pendidikan melalui Program Pemanfaatan Hasil Kelola Dana Abadi Kebudayaan tahun 2024.
Discussion about this post