ditulis oleh Nurafida Kemala Hapsari
SEORANG filmmaker muda di era millennial tentu merasakan banyaknya perkembangan dan perubahan dalam dunia perfilman. Seorang filmmaker asal Singapura, Tang Kang Sheng, mengakui betapa perkembangan internet memberi warna baru di bidang audio visual. MINIKINO menemuinya di Fame Hotel, Sunset Road, Kuta Selasa (10 Oktober 2017) silam disela-sela kunjungannya ke Bali dalam rangka festival film pendek internasional 3rd Minikino Film Week.
Nurafida Kemala Hapsari (N): Gimana kesannya di Bali?
Tang Kang Sheng (KS): Very friendly place. Orang-orangnya sangat energetik dan selalu ceria. Terutama di festival ini, orang-orang sangat berusaha untuk bisa membantu sebisa mereka.
N: Apa ini pertama kalinya kamu ke Bali?
KS: Nggak juga sih. Aku pernah datang ke Bali beberapa tahun silam. Tapi itu cuma sebentar dan lebih kayak business-trip. Jadi bisa dibilang ini pertama kalinya aku bisa menikmati Bali seutuhnya dan mengunjungi banyak tempat.
N: Gimana ceritanya kamu bisa tahu Minikino?
KS: Awal tahun 2017 ini aku ketemu Cika (Fransiska Prihadi- Program Director MINIKINO) di sebuah festival film di Kuala Lumpur. Dari situlah aku mulai tahu soal Minikino. Kemudian aku mulai tertarik untuk memasukkan karyaku ke seleksi Minikino Film Week, soalnya seneng juga bisa merasakan gimana filmku direspon sama penonton internasional. Tahun ini adalah tahun pertama filmku diputar di MFW, dan bener-bener senang rasanya bisa ikut. Terutama karena festival ini juga lokasinya tersebar di seluruh Bali dan menjangkau ke semua masyarakat, jadi nggak sebatas di satu tempat dan terasa eksklusif.
N: Menurutmu, apa yang istimewa dari MFW dibanding festival film lain?
KS: MFW ini berusaha menjangkau berbagai macam penonton sebanyak mungkin. Kemudian memberikan pengalaman menonton dalam layar lebar kepada masyarakat. Itu adalah hal yang semakin memudar di era sekarang. Terutama dengan banyaknya media lain dimana mereka bisa menonton, seperti televisi bahkan handphone. Menonton layar lebar itu pengalaman yang berbeda loh.
N: Sekarang bicara soal dirimu. Kamu itu orang yang seperti apa?
KS: Well, aku filmmaker asal Singapura. Jadi aku berusaha membuat film tentang generasiku di Singapura. Yah, cenderung banyak tentang persahabatan dan hubungan. Aku sebenarnya orang yang santai. Makanya dengan berkecimpung jadi filmmaker membuatku belajar disiplin. Aku juga suka ketemu banyak orang karena bisa memperkaya wawasan dan banyak ide baru. Aku juga suka belajar dan mencoba hal-hal baru. Aku filmmaker yang masih muda sih, jadi masih pengen belajar banyak hal.
N: Kapan kamu mulai membuat film?
KS: Kalau nggak salah aku mulai membuat film pendek sekitar tahun 2007-2008. Waktu itu aku masih kuliah dan bikin film bersama teman-teman. Karena masih muda, bikinnya banyak tentang action dengan pistol dan perkelahian gitu. Hahaha. Tapi lama-lama kami belajar untuk bikin film tentang bagaimana orang-orang saling berinteraksi. Itu tema yang belakangan ini menarik minatku. Secara sederhana lebih ke arah drama.
N: Darimana biasanya dapat ide untuk bikin film?
KS: Sayangnya , aku dapat ide dari pengalaman buruk. Hahaha. Jadi tiap kali aku menemui kesulitan dalam hidup, aku menggunakan film sebagai medium untuk menemukan jalan keluar.
N: Kamu berkecimpung di industri film pendek. Menurutmu film pendek itu gimana?
KS: Hmm, aku nggak mau bilang ini industri sih. Karena film pendek nggak banyak menghasilkan uang sebenarnya. Aku akan menyebutnya sebagai scene. Jadi scene film pendek ini semakin kecil. Anak-anak muda zaman sekarang lebih banyak yang tertarik pada web-series. Bukan hal yang buruk juga sih. Film pendek pun semakin masuk ke ranah internet dan rasanya penting untuk dipertahankan.
N: Semakin banyak produk audio visual yang muncul dan mengklaim sebagai salah satu bentuk film pendek. Gimana menurutmu soal itu?
KS: Aku rasa itu juga karena cara orang untuk mengekspresikan dirinya sekarang ini makin berkembang. Berdasarkan pengalamanku, definisi film pendek juga berkembang. Tapi tetap ada hal-hal dasar yang harus diketahui orang-orang. Benar ada banyak jenis “film pendek” yang tersebar di internet. Tapi aku rasa orang harus tahu dasarnya dulu sebelum mencoba hal lain. Dimulai dengan menceritakan sebuah kisah dalam tiga babak klasik: awal, tengah, dan akhir. Jika sudah berhasil, maka kalian bisa memainkannya lagi untuk menemukan gaya kalian sendiri. Seperti kata pepatah, ‘jangan lari sebelum bisa jalan’.
N: Ada pesan untuk mereka yang ingin menjadi filmmaker?
KS: Aku rasa hal yang paling penting jika ingin menjadi filmmaker adalah jangan pernah berhenti belajar dan membuat film. Jangan cuma wacana saja. Aku sempat nonton beberapa film pendek dari Seng Tat (Liew Seng Tat) dan melihat bagaimana ia belajar dari kesalahan. Itu hal yang sangat penting. Jadi terus saja membuat film dan jangan lupa untuk menunjukkan film kalian ke banyak penonton juga.
N: Ada yang ingin disampaikan untuk Minikino?
KS: Aku ingin berterimakasih pada Minikino. Orang-orangnya sangat baik. Keep up the good work! Mudah-mudahan bisa ketemu lagi tahun depan.