Home / MMSD / MMSD Desember 2018: ReelOzInd! Festival Film Reel 2018

MMSD Desember 2018: ReelOzInd! Festival Film Reel 2018

MMSD December 2018: ReelOzInd! Festival Film Reel 2018

Screening schedule:

Jumat, 7 Desember 2018, jam 19:00 WITA
(tepat waktu, harap datang lebih awal)
Minihall Irama Indah
(maps: https://goo.gl/maps/k6q9KGePfQP2 )
jl. Diponegoro 114, Denpasar

Kutipan dari katalog ReelOzInd 2018 Festival Program

DENGAN SENANG HATI KAMI MEMPERSEMBAHKAN REELOZIND! AUSTRALIA INDONESIA SHORT FILM COMPETITION AND FESTIVAL UNTUK KETIGA KALINYA.

ReelOzInd! bertujuan meningkatkan kesadaran dan pemahaman di antara warga Australia dan Indonesia. Meskipun kita bertetangga dekat, tapi sangat sedikit yang kita tahu tentang satu sama lain. Namun, kita juga tahu bahwa ada keinginan besar untuk belajar lebih banyak, khususnya di kalangan generasi muda kedua negara.

Tema ReelOzInd! Australia Indonesia Short Film Competition 2018 adalah (PE)MUDA. Festival film pendek ini menyediakan platform bagi warga Australia dan Indonesia untuk berbagi cerita melalui media yang paling menarik ini.

Festival ini unik. Tidak pernah ada festival lain yang mempertemukan pembuat film Australia dan Indonesia untuk berbagi pekerjaan dan kisah mereka di forum yang sama, dan menyuguhkan film-film ini kepada penonton di sejumlah lokasi di Indonesia dan Australia serta penonton melalui platform online kami.

Tahun ini, kami sangat gembira dengan respon yang baik terhadap kompetisi ini di kedua negara, dengan masuknya film-film berkualitas tinggi ke dalam masing-masing kategori; mulai dari dokumenter, fiksi, animasi dan keterwakilan generasi muda serta dan kolaborasi warga Indonesia dan Australia.

Kami meminta Anda untuk memilih film favorit masing-masing dalam jajak pendapat online kami dan membaginya dengan teman-teman Anda, dan lebih baik, berkumpul bersama untuk pemutaran film Festival Pop-Up ReelOzInd! (WWW.REELOZIND.COM). Terima kasih kepada para juri untuk kemurahan hati mereka, serta semua yang mengirimkan karyanya untuk berbagi kreativitas hebat mereka, dan tak lupa kami mengucapkan selamat kepada para pemenang!

Enjoy! Selamat menonton!
Jemma Purdey, Penyelenggara ReelOzInd


 

FINALIST ReelOzInd! Festival Film Reel 2018 ‘Youth’

iRony

Best Animation

Radheya Jegatheva (director/writer) / Radheya Jegatheva, Jay Jay Jegathesan, Sai Danchuk (producers) / Australia / 7:53 / 2017

Sebuah film yang mengeksplorasi hubungan antaramanusia dengan teknologi….dari perspektif sebuah telepon genggam.

A film that explores the relationship between man and technology… told from the perspective of a phone.

The String

Special Mention Animation

Sani Yudha Febriani (director/writer) / Sani Yudha Febriani (producer) / Indonesia / 2:33 / 2017

Hubungan antara seorang idola dengan penggemarnya sering kali menyerupai lingkaran. Sebuah lingkaran kasih sayang, keterikatan dan penolakan.

The connection between idols and their fans is something that often appears as a circle. A circle of affection, attachment and rejection.

Fire Longing in the Mist / Barakabut

Special Mention Fiction

Roufy Nasution (director/writer)
Ryandi Pratama, Kennya Rinonce (producers) / Indonesia / 10:00 / 2018

Drupadi memulai perjalanan mistis untuk mencari kekasihnya yang hilang, Bima. Di tengah kelelahannya, ia dibuat penasaran oleh suara misterius. Ia berusaha melacak asal-usulnya tetapi di tengah perjalanan perhatiannya dialihkan oleh makhluk-makhluk aneh. Apakah Bima akan mengenali dan menerimanya kembali?

Drupadi begins a long mythical journey to find her separated lover, Bima. In the midst of her exhaustion she was intrigued by a mysterious noise. She decides to track it down but on the way is distracted by whimsical creatures. Will Bima recognise her and take her back?

Starting from Scratch

Best Documentary

Jared Nicholson (director/ co-writer) / Scott Baskett (co-writer), Jared Nicholson (producers) / Australia / 9:42 / 2018

Setiap akhir minggu Brenton Torrens turun ke jalan untuk mengamen dan mencoba keahliannya dalam ‘freestyle rapping’. Tidak ada cara yang lebih sulit untuk mengasah keterampilannya saat tampil untuk mereka yang berpesta di akhir pekan. Dia menggunakan jalanan sebagai metode membangun penontonnya sambil mempersiapkan peluncuran album barunya ‘Starting from Scratch’ di ‘The Gov’, sebuah lokasi terkenal di Adelaide.

Every weekend Brenton Torrens takes to the streets of Adelaide to busk and ply his trade as a freestyle rapper. A rougher apprenticeship you couldn’t ask for as he performs for weekend party-goers. He uses the streets as a method of building his audience as he prepares to the launch his new album ‘Starting from Scratch’ at the renowned Adelaide venue ‘The Gov’.

Muslimah

Best Collaboration, Special Mention Documentary

Nur Wulandari (director/writer) / Kinetic Collective (producer) / Indonesia, Australia / 6:16 / 2018

Wula, usia 26 tahun, dibesarkan oleh dua orang ibu. Keduanya beragama Islam tetapi memiliki perspektif yang sangat berbeda tentang agama mereka. Perbedaan pandangan mereka merepresentasikan keragaman perempuan Muslim di Indonesia dan dunia. Sepanjang hidupnya, Wulan memahami bahwa ada interpretasi yang berbeda-beda tentang Islam dan perempuan dalam Islam; setiap perempuan Muslim berhak untuk mengambil keputusannya sendiri dalam menginterpretasikan Islam. Film ini bertanya kepada sutradara dan para penonton: ‘Ada banyak cara menjadi Muslimah – apa yang telah kamu pilih untuk dirimu sendiri?’
eligible for Best Collaboration
(between Australia and Indonesian filmmakers)

Wulan, 26 years old, grew up with two mothers, both of whom were Muslim but had different perspectives about their faith. The differences between Wulan’s mothers represents the diversity of Muslim women in Indonesia and the world. Throughout her life Wulan has come to understand that there are multiple interpretations of Islam and women in Islam; every Muslim woman should be able to make her own choices when it comes to interpreting Islam. The film posits a question for its director and audience: ‘There are many ways to be Muslimah— what have you chosen for yourself?’
eligible for Best Collaboration
(between Australia and Indonesian filmmakers)

Life of Death

Special Mention, Animation

Jason Kiantoro, Bryan Arfiandy (directors/writers) / Jason Kiantoro, Bryan Arfiandy (producers) / Indonesia / 5:23 / 2018

Death, sambil berjuang menyeimbangkan kehidupan pekerjaan dan rumah tangga, berbicara tentang eksistensinya, pekerjaannya, dan pendapatnya tentang manusia dalam sebuah wawancara di film dokumenter ‘Life of Death’.

Death, while struggling to balance his work and family life, talks about his existence, his job, and his opinions on human beings in an interview from the documentary ‘Life of Death’.

Unbalanced Corner, Unfinished Book/ Sudut Tak Sama Dalam Buku Yang Tak Terbaca

Best Young Filmmaker

Ryan Sebastian (director/writer) / I Ketut Sathya Ananda Suputra (producers) / Indonesia / 5:27 / 2018

Mencari kesetaraan gender dalam aktivitas sehari-hari.

An attempt is made to right the gender imbalance inherent in everyday activities.

A Song for Isla

Special Mention Young Filmmaker

Rosa Deverell, Sunday Cullip-Barlett (directors) / Molly Roberts, Kristine Murray-Xendis, Aishlyn Trusler (producers) / Australia / 9:05 / 2017

Sebuah cerita tentang seorang perempuan yang berduka atas kematian saudarinya. Beberapa kejadian aneh mulai terjadi ketika ia menemukan sebuah kotak musik dari masa kanak-kanaknya.

A ghost story narrative centring on the grief of a girl mourning her dead sister. When she comes into contact with their old childhood music box, strange events take place.

Nameless Boy

Special Mention Documentary

Diego Batara Mahameru (director/writer) / Diego Batara Mahameru (producer) / Indonesia / 5:17 / 2018

Seorang anak laki-laki berjalan melewati demonstrasi besar yang merupakan bagian dari aksi protes oleh kelompok Islam garis keras yang melawan mantan gubernur Jakarta pada akhir 2016. Dalam demonstrasi itu, anak tersebut menyaksikan realita kekacauan politik Indonesia saat itu, yang menyingkap bahwa diskriminasi ras dan agama masih hidup dan berkembang di Indonesia sekarang ini.

A young boy moves through a large demonstration, part of a series of protests by Muslim hardliners against the former governor of Jakarta in late 2016. At the protest, the boy witnesses the reality of Indonesia’s current political turmoil, which has revealed that racial and religious discrimination are alive and growing in Indonesia today.

Deep Condolences/ Turut Berdukacita

Special Mention Fiction

Winner Wijaya (director/writer) / Christian Raditya, Antonius Willson (producers) / Indonesia / 9:45 / 2018

Maria bercerita tentang kronologis kematian ayahnya berulang kali kepada para tamu saat acara pemakaman.

Maria is recounting the chronologies of her father’s death to the funeral guests over and over.

Daily Bread

Best Film / Best Fiction

Ruby Challenger (director) / Ruby Challenger (producer) / Australia / 10:00 / 2018

Di sebuah kamp interniran Perang Dunia II di Indonesia, Jan dan sekelompok wanita dan anak-anak Belanda setiap hari menghadapi kesulitan melawan pelecehan, penyakit, dan kelaparan. Komandan Kamp Jepang dan kucing putih kesayangannya mengawasi rezim kamp yang melelahkan. Jan adalah sosok wanita muda yang berani tetapi impulsif. Ketika ia bertindak atas keputusasaannya untuk menyelamatkam seorang anak kecil, seluruh kamp harus menanggung konsekuensinya. Apa harga yang harus dibayar untuk sesuap makanan ketika wanita dan anak-anak kelaparan? Film ini didasarkan pada kutipan otobiografi ‘Fifty Years of Silence’ oleh Jan Ruff O’Herne, yang telah diterjemahkan dalam lima bahasa.

In a WWII internment camp in Indonesia, Jan and a group of Dutch women and children face a daily struggle against abuse, disease and starvation. The Japanese Camp Commandant and his beloved, fluffy white cat, oversee the gruelling camp regime. Jan is a brave but impulsive young woman, and when she acts out of desperation to save a little girl’s life, her actions bring consequences upon the whole camp. What is the price for a meal when women and children are starving? Daily Bread is based on an excerpt from the autobiography Fifty Years of Silence by Jan Ruff O’Herne, which has been translated into five languages.

Related post


Top