AIDEA FILM
Judul Proyek / Project Title:
Nina OTW Ngatta / Nina’s Wheel of Fortune
Durasi / Duration:
10-15 menit / 10-15 minutes
LOGLINE:
Nina, seorang gadis Ngatta (balap liar) selalu memimpikan dibawa kencan di restoran sushi mewah, namun ia malah jatuh hati pada seorang pembalap kere bermotor Beat Karbu.
Nina, a street racing girl, dreams of being taken on a date to a fancy sushi restaurant, but she ends up falling for a broke racer with a beat-up motorcycle.
SINOPSIS:
Nina (16) sangat ingin merasakan makan sushi, namun setiap kali selesai ikut Ngatta-ngatta (balap liar) bersama pacarnya yang memiliki motor Aerox baru, ia hanya dibawa ke warung makan sari laut. Suatu hari, Ical (16), seorang cowok pemilik Beat Karbu yang baik dan perhatian, menyatakan cinta padanya. Nina, merasa lelah dengan kelakuan pacarnya, namun gengsi dengan olokan teman-temannya, membuatnya memberi syarat kepada Ical untuk kencan pertama di restoran sushi mewah. Ical pun menyanggupi, dengan mengikuti semua taruhan Ngatta demi mengumpulkan uang. Namun, saat melihat Ical berjuang demi uang, Nina sadar bahwa yang sebenarnya ia butuhkan bukan uang Ical, melainkan seorang laki-laki yang benar-benar menyayanginya. Dengan tekad baru, Nina memutuskan untuk mencari uang sendiri demi kencan sushi impiannya bersama Ical.
Nina (16) longs to experience eating sushi, but after every street race (Ngatta-ngatta) with her boyfriend, who owns a brand-new Aerox motorcycle, she is only taken to a street-seafood stall. One day, Ical (16), a kind and thoughtful guy with an old Beat Karbu motorcycle, confesses his love for her. Nina, tired of her boyfriend’s behavior but worried about her friends’ mockery, gives Ical a condition: their first date must be at a fancy sushi restaurant. Ical agrees and participates in every street race, hoping to win enough money. However, as Nina sees Ical struggle to earn the cash, she realizes that what she truly needs isn’t Ical’s money, but a man who genuinely cares for her. With renewed determination, Nina decides to earn the money herself to fulfill her dream of a sushi date with Ical.
WRITER’S STATEMENT:
Dalam dunia yang serba materialistis, ada satu hal yang tidak membutuhkan uang: cinta, yang sering kali hanya tentang perasaan dua orang yang saling mengasihi. Saya sering berpikir saat melewati flyover di Makassar, melihat muda-mudi dengan motor rakitan mereka, masih bisa berkencan menikmati pemandangan kota tanpa banyak modal—mungkin hanya dengan Rp50.000, Rp20.000, atau bahkan Rp2.000. Namun, kesulitan ekonomi selalu menjadi masalah utama dalam kehidupan percintaan. Film ini penting karena menggambarkan cinta remaja dari lini terbawah masyarakat, yang sarat dengan patriarki dan materialisme, melalui sudut pandang perempuan yang berhak mendapatkan cinta yang pantas meski di tengah keterbatasan ekonomi.
In a materialistic world, there is one thing that doesn’t require money: love, which is often just about the feelings between two people who care for each other. I often think about this when passing by the flyover in Makassar, seeing young couples with their modified motorcycles still able to enjoy a date while taking in the cityscape—maybe with only Rp50,000, Rp20,000, or even just Rp2,000. However, financial hardship is always a major issue in romantic relationships. This film is important because it portrays teenage love from the lowest rung of society, filled with patriarchy and materialism, from the perspective of a girl who deserves a worthy love despite economic limitations.
PRODUCER’S STATEMENT:
Sebagai seseorang yang lahir dan tumbuh di Kota Makassar, saya terbiasa melihat anak-anak yang melakukan ngatta’ ngatta’ di jalan, terutama di malam hari. Masyarakat umumnya memandang mereka sebagai “anak nakal” yang meresahkan, dengan suara bising sepeda motor dan aksi berbahaya seperti melaju dengan satu ban terangkat. Ketika mendengar ide ini dari penulis, saya awalnya skeptis dan berpikir bahwa “mereka berbahaya,” terutama dengan keterlibatan pembuat film perempuan di dunia yang begitu maskulin. Namun, di balik persepsi negatif tersebut, ada sisi sentimen yang sering luput dari perhatian kita. Kelas ekonomi tidak bisa dipungkiri memainkan peran besar dalam fenomena ini. Dengan rasa penasaran dan kepercayaan kepada penulis, saya melihat bahwa film ini memiliki potensi dan urgensi untuk ditampilkan kepada masyarakat luas. Mengangkat cerita percintaan remaja, film ini mengajak kita untuk melihat manusia tidak hanya dari persepsi negatif, tetapi juga dari sisi yang lebih dalam, termasuk peran perempuan di dunia yang dikenal sangat maskulin.
As someone born and raised in Makassar, I am used to seeing kids engaging in street racing (ngatta’ ngatta’) at night. Society generally views them as “troublesome kids,” disturbed by the loud motorcycle noises and the dangerous stunts like riding on one wheel. When I first heard this idea from the writer, I was skeptical and thought, “They are dangerous,” especially with a female filmmaker involved in such a masculine world. However, beneath these negative perceptions lies a sentiment that we often overlook. The role of economic class in this phenomenon cannot be ignored. With curiosity and trust in the writer, I see that this film has the potential and urgency to be presented to a wider audience. By depicting teenage romance, this film invites us to see people not just from a negative perspective but also from a deeper side, including the role of women in a world known to be very masculine.
Anggaran Produksi: Rp136.404.000
Production Budget: €7,942