BERAKINEMA
Judul Proyek / Project Title:
Menerkam Tarkam / A Study Case If You Don’t Believe in Yourself and Will Live Miserably as a Copy of a Copy of Someone Else
Durasi / Duration:
10-15 menit / 10-15 minutes
LOGLINE:
Abdul, yang dikenal dengan tendangan Double Bazooka Macan Kumbang 2000, mencoba mengubah gayanya dengan meniru jurus Dendam Gagak Jambul agar terlihat lebih keren. Namun, saat pertandingan tarkam, usahanya gagal mencetak gol. Efek sampingnya, tubuh Abdul berubah menjadi standee character.
Abdul, known for his Double Bazooka Macan Kumbang 2000 kick, tries to change his style by imitating the Crested Pompadour Crow Kick to look cooler. However, during a local football match, his attempt fails to score a goal, and as a side effect, Abdul transforms into a standee character.
SINOPSIS:
Abdul (24), pemain bola tarkam yang mengalami krisis kepercayaan diri, terobsesi meniru gaya dan jurus pemain kawakan dunia, Colonel Mezzi, termasuk jurus Dendam Gagak Jambul. Namun, saat mencoba jurus tersebut dalam pertandingan, ia gagal mencetak gol, membuat teman-temannya kecewa. Tiba-tiba, Abdul berubah menjadi standee character, dan para penonton yang mengidolakan Mezzi menyerangnya karena tidak terima jurus jagoannya ditiru. Fathur (23), sahabat Abdul sejak kecil, berusaha menyadarkannya bahwa menjadi diri sendiri sudah cukup. Abdul pun kembali ke wujud aslinya dan, bersama Fathur, berhasil mengeluarkan jurus pamungkas mereka: Double Bazooka Macan Kumbang 2000, dalam pertandingan berikutnya.
Abdul (24), a local football player struggling with self-confidence, becomes obsessed with mimicking the style and signature move of the world-renowned player Colonel Mezzi, including the Dendam Gagak Jambul move. But when Abdul attempts the move in a match, he fails to score, disappointing his teammates. Suddenly, Abdul transforms into a standee character, and Mezzi’s fans, outraged by his imitation, attack him. Fathur (23), Abdul’s childhood friend, helps him realize that being himself is enough. Abdul returns to his true form and, together with Fathur, successfully unleashes their ultimate move: Double Bazooka Black Panther 2000 Kick, in the next match.
WRITER’S STATEMENT:
Menjadi seseorang atau memaksakan diri untuk menjadi orang lain sering kali menjadi mekanisme pertahanan untuk menutupi rasa inferioritas, terutama ketika merasa diri ini tidak cukup dibandingkan dengan orang lain. Meski tampak keren dan epik, lama-kelamaan kita justru kehilangan otentisitas diri. Seperti yang dikatakan produser kami, Ines, saat kita mulai kehilangan otentisitas, diri kita terasa terjebak dan tidak bergerak maju. Jika kita sepenuhnya menjadi orang lain, lalu apa tujuan kita? Film ini adalah perenungan pribadi saya, karena saya pernah mengalami hal serupa. Dalam situasi seperti ini, dukungan dari teman yang mengingatkan kita akan proses dan perjalanan unik yang telah kita lalui menjadi sangat penting. Setiap individu memiliki pengalaman dan proses yang berbeda, jadi mengapa harus meniru orang lain? Sepak bola, terutama tarkam, menjadi lanskap yang menarik karena keliarannya, ambisinya, dan persahabatan yang kuat di dalamnya, yang selaras dengan pesan film ini. Kami ingin menghadirkan bentuk visual dan naratif yang over the top, fantastis, dan sedikit wacky, yang mencerminkan esensi tarkam dan pesan yang ingin kami sampaikan.
Becoming someone else or forcing oneself to be someone else often becomes a defense mechanism to cover up feelings of inferiority, especially when we feel inadequate compared to others. Although it might seem cool and epic, over time, we lose our authenticity. As our producer, Ines, puts it, when we start losing our authenticity, we feel stuck and unable to move forward. If we completely become someone else, what is our purpose then? This film is a personal reflection for me, as I have experienced something similar. In such situations, support from friends who remind us of our unique journey and process becomes crucial. Everyone has different experiences and paths, so why try to imitate others? Football, especially in local matches, provides an interesting landscape with its wildness, ambition, and strong friendships, aligning with the film’s message. We aim to present an over-the-top, fantastical, and slightly wacky visual and narrative style that reflects the essence of local football matches and the message we want to convey.
PRODUCER’S STATEMENT:
Film ini merupakan tribut untuk tontonan masa kecil kita tentang permainan sepak bola tarkam (tarung kampung) yang sewaktu dulu mengajarkan kita bahwa perjuangan untuk meraih impian menjadi pemain sepak bola sangatlah sulit. Sepak bola menjadi opsi yang tepat untuk merepresentasikan impian. Film ini juga merepresentasikan pengalaman kita berdua dalam usaha mengejar mimpi, yang sering kali berujung pada kekecewaan. Pengalaman ini menyadarkan kita bahwa tidak ada manusia yang 100% sama, dan setiap orang memiliki kapabilitas dan keunggulan masing-masing—hal yang mungkin tidak kita sadari, tetapi orang lain bisa melihatnya. Film ini menggunakan cardboard manusia sebagai gaya bercerita tentang isu ini, sekaligus menjadi metafora dari ketidakmampuan manusia yang terobsesi untuk menjadi orang lain, sehingga merasa terjebak (stuck).
Film ini mengusung gaya visual dengan efek VFX dan juga menggunakan lanskap sepak bola tarkam dari kota Malang. Meskipun menggunakan gaya bercerita visual yang absurd, dunia dalam film ini, termasuk karakternya, memiliki ambisi yang menghidupkan film ini.
This film is a tribute to our childhood memories of watching local football matches (tarkam), which taught us that the struggle to achieve the dream of becoming a football player is incredibly difficult. Football serves as the perfect representation of dreams. This film also reflects our shared experiences in pursuing dreams, which often end in disappointment. These experiences have made us realize that no two people are exactly alike, and everyone has unique capabilities and strengths—things we may not recognize, but others can see. The film uses human cardboard as a storytelling device for this issue, serving as a metaphor for the inability of those obsessed with becoming someone else, leaving them feeling stuck.
The film embraces a visual style with VFX effects and uses the landscape of local football matches in Malang. Despite its absurd visual storytelling, the world within this film, including its characters, is driven by ambitions that bring it to life.
Anggaran Produksi: Rp140.000.000
Production Budget: €8,170