SHOCK FILM
Judul Proyek / Project Title:
Ujung Lapan / The Unwanted Friend
Durasi / Duration:
20 menit / 20 minutes
LOGLINE:
Seorang preman kampung mencuri uang dari temannya yang polos untuk mendukung gaya hidupnya, tetapi ancaman balas dendam yang tak terduga membuatnya menghadapi konsekuensi yang jauh di luar dugaannya.
A small-time thug steals money from his naive friend to support his lifestyle, but an unexpected threat of revenge forces him to face consequences far beyond his imagination.
SINOPSIS:
Apan (29), seorang preman kampung, bersama dua anak buahnya berhasil merampok kontrakan warga dan menggunakan uang hasil rampokan untuk membeli miras, rokok, dan judi online. Setelah uang tersebut habis dalam semalam karena kekalahan judi, Apan mencuri dari temannya yang polos, Sobirin (27), yang mengelola warung nasi goreng yang sering mereka gunakan untuk mabuk-mabukan. Ketika Sobirin menyadari uangnya dicuri, ia menggertak Apan dengan ancaman santet jika uangnya tidak dikembalikan. Apan, yang terlanjur takut, tetap menggunakan uang itu untuk mabuk dan judi karena gengsi dan tekanan lingkungan. Pada acara organ tunggal, setelah mabuk dan mengonsumsi narkotika, Apan mengalami halusinasi melihat serangan ilmu hitam dari Sobirin, dan akhirnya mati overdosis di tengah acara. Kematian Apan menjadi viral di kampung, dan anak buahnya yang percaya bahwa Apan disantet kini beralih menjadi anak buah Sobirin, bekerja di warung nasi gorengnya karena takut dan segan.
Apan (29), a small-time thug, along with his two henchmen, successfully robs a local resident’s house and uses the stolen money to buy alcohol, cigarettes, and gamble online. After losing all the money in a single night due to gambling, Apan steals from his naive friend, Sobirin (27), who runs a fried rice stall where they often drink. When Sobirin realizes his money is gone, he threatens Apan with black magic if the money isn’t returned. Terrified but too prideful and pressured by his peers, Apan continues to use the stolen money for drinking and gambling. At a local organ tunggal event, after getting drunk and using drugs, Apan hallucinates, believing he is under a black magic attack from Sobirin, and ultimately dies of an overdose in the middle of the event. Apan’s death goes viral in the village, and his henchmen, believing that Sobirin’s curse was real, now switch allegiance to Sobirin, working at his fried rice stall out of fear and respect.
WRITER’S STATEMENT:
Kasus “overdosis cinderella saat orgenan” di Palembang memicu saya untuk berbicara tentang gaya hidup hedonis di kalangan anak muda kelas menengah ke bawah di Palembang, di mana kesenangan dari mabuk, narkotika, dan kepuasan materi dianggap segalanya, hingga mendorong mereka melakukan tindakan kriminal, bahkan terhadap teman sendiri. “Ujung Lapan” adalah frasa khas dalam pergaulan anak muda Palembang yang digunakan untuk menegaskan bahwa seseorang tahu lawan bicaranya sedang berbohong atau menipu. Saya memilih judul ini karena frasa tersebut mencerminkan ciri khas berbicara orang Palembang.
The “Cinderella overdose at an orgenan event” case in Palembang inspired me to address the hedonistic lifestyle among lower-middle-class youth in Palembang, where the pursuit of pleasure through alcohol, drugs, and material satisfaction is considered paramount, even driving them to commit crimes against their own friends. “Ujung Lapan” is a colloquial phrase commonly used among Palembang youth to assert that someone knows their conversation partner is lying or deceiving them. I chose this title because it reflects the unique way people from Palembang communicate.
PRODUCER’S STATEMENT:
Sering kali saya mendengar berbagai pengalaman teman mengenai kesan dan kepribadian orang Palembang yang identik dengan sifat keras dan sering kali cenderung kriminal. Hal ini menjadi alasan utama saya mengeksekusi film “Ujung Lapan,” yang menggunakan tokoh lokal dari kalangan menengah ke bawah dengan harapan penonton dapat memahami dan merasakan konflik yang diangkat. “Ujung Lapan” bercerita tentang hubungan yang terjadi dalam masyarakat marginal secara umum, dengan pengadeganan seperti orgen tunggal, jalan-jalan bonceng tiga, dan diskusi pertemanan khas daerah Palembang yang diharapkan dapat memperkuat pemaknaan dari film ini.
I often hear stories from friends about the general perception and personality of people from Palembang, who are frequently seen as tough and, at times, prone to criminal behavior. This perception became the main reason for me to create the film “Ujung Lapan,” which features local characters from the lower-middle class, with the hope that the audience can understand and feel the conflicts portrayed. “Ujung Lapan” explores the relationships within marginalized communities, with scenes like solo organ performances, riding motorcycles with three people, and the unique camaraderie typical of Palembang, all intended to deepen the film’s meaning.