Durasi Total 54’25”
Programmer: I Made Suarbawa | Minikino
CATATAN PROGRAMMER:
Produksi film pendek di Bali belakangan ini dapat dikatakan menggeliat, dikarenakan arus informasi dan teknologi yang semakin mudah dan murah. Dipicu pula oleh berbagai kegiatan perfileman yang dilakukan oleh kelompok penggiat film serta Pemerintah, berupa pelatihan, pemutaran, diskusi dan kompetisi.
Kelompok-kelompok yang melakukan produksi film pendek di Bali datang dari berbagai kalangan, termasuk yang bersetatus pelajar, mahasiswa, pekerja, pegawai, dan seniman dengan rentang usia muda hingga tua yang tersebar di seluruh kabupaten di Bali.
Tujuan mereka membuat film juga beragam, mulai hanya sebagai tugas sekolah atau kuliah, untuk mengikuti kompetisi tertentu, hingga yang membuat film sebagai media ekspresi dan pengungkapan kegelisahan terhadap sebuah isu atau situasi lingkungannya.
Dalam Indonesia Raja 2015 dari Denpasar – Bali, bisa dilihat sebagai cerminan, bahwa eksplorasi yang dilakukan cukup luas, baik dari teknis, genre dan tema film. Mulai film animasi yang kontemplatif, film horror yang menghibur dengan teknik bertutur dramatik yang berhasil, serta kepedulian pada isu sampah dan lingkungan, pertanian, serta pendidikan dengan cara bertutur dan pencapaian teknis yang beragam.
The growing production of short films in Bali is resulted from cheaper, easier access to technology and information, as well as various film events (workshops, screenings, discussions, and competitions) organized by groups of film lovers and also by the government.
The groups of short film production consist of people with different backgrounds (such as students, office workers, artists), both youngsters and elderlies, who come from every regions in Bali.
The motivations behind their filmmaking are varied, for instance, school assignment, film competition, and taking films as the media for expressing concern on issues surrounding their situations.
The films included in Indonesia Raja 2015 are the reflection of extensive exploration in technique, genre, and theme. The exploration is shown with contemplative animation, entertaining horror with dramatic storytelling, in addition to the highlighting issues on garbage and environmental, agriculture, and education.
|
|||
“How The World Teaches Happiness To People”(Agung Yuda / Denpasar / 2014 / 01’00”) Manusia hanya ingin hidup bahagia. Walau bagaimanapun masalah yang dating menghampiri, kebahagiaan dan kedamaian adalah mutlak bagi kehidupan manusia. All people ever want is happiness; problems exist, but happiness and peace are absolute in life. |
|||
|
|||
“Kresek”( Putu Satriya / Buleleng / 2014 / 15’07”) A story about kids and plastic trash. |
|||
|
|||
“Pakeling”( Dwitra J. Ariana / Bangli / 2014 /18’05”) Seorang petani organik yang keberadaannya semakin tercekik diantara para petani-petani kimia. An organic farmer is survivingin the world of chemical farming. |
|||
|
|||
“Tok Tok Tok”( Agung Yuda / Denpasar / 2014 / 03’25” ) Batas antara dunia manusia dan dunia di luar kehidupan manusia itu hanya setipis kertas. Tidak jarang jika kita membicarakan ‘mereka’, kita telah dikunjungi langsung olehnya. The boundary between physical and astral world is as thin as a paper. No wonder, at times, when we are discussing about “them”, “they” are coming to us directly. |
|||
|
|||
“Besok Saya Tidak Masuk Sekolah”(Oka Sudarsana / Denpasar / 2014 / 16’38”) Ginar, anak SD yang mengerjakan PR hingga larut malam dan menempuh perjalanan berat menuju sekolah, namun nasib berkata lain baginya. Galih stays up late to do her homework, has to take unusually difficult journey to school, but then, destiny decides different path for her. |
|||
|